Sunday, September 29, 2013

KERANGKA BERFIKIR




A. Pengrtian kerangka berfikir
Kerangka berpikir adalah serangkaian konsep dan kejelasan hubungan antar konsep tersebut yang dirumuskan oleh peneliti berdasar tinjauan pustaka, dengan meninjau teori yang disusun dan hasil-hasil penelitian yang terdahulu yang terkait.
Kerangka pikir ini digunakan sebagai dasar untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diangkat. Atau, bisa diartikan sebagai mengalirkan jalan pikiran menurut kerangka logis (construct logic) atau kerangka konseptual yang relevan untuk menjawab penyebab terjadinya masalah. Untuk membuktikan kecermatan penelitian, dasar dari teori tersebut perlu diperkuat  hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan.
Kerangka pikir itu penting untuk membantu dan mendorong peneliti memusatkan usaha penelitiannya untuk memahami hubungan antar variabel tertentu yang telah dipilihnya, mempermudah peneliti memahami dan menyadari kelemahan/keunggulan dari penelitian yang dilakukannya dibandingkan penelitian terdahulu
B. Karekteristik paradigama
Karakteristik paradigm penelitian ini sebenarnya harus secara disiplin kita taati karena kita telah memilih paradigm penelitian yang kita lakukan. Jika kita melakukan penelitian tindakan (kelas untuk para guru dan calon guru). Mereka harus menyadari penelitian tindakan ini sebuah metode yang menggunakan teknik kritik terhadap discourse, terhadap latar yang terjadi, terhadap latar pembelajaran yang terjadi, maka kita harus tegas tehadap setting apa yang ingin kita tingkatkan, maka kita harus focus terhadap discource yang kita sedang cermati. Kita jangan lari ke hasil tindakan bukan pada tindakan (jika kita melihat hasil belajarnya sementara tindakan hanya sebagai tindakan tanpa ada perubahan, maka kita lari dari focus (discource) yaitu peningkatan tindakan , sementara hasil belajar itu dampak dari tindakan)
C. Penelitian Tindakan
Penelitian tindakan adalah upaya mencari perubahan dan meningkatkan. Peneliti bukanlah orang luar, peneliti adalah partisipan atau agen pembaharu, artinya kita tidak dapat menyerahkan pelaksanaan tindakan kepada orang lain (karena kitalah yang sedang me dan di tingkatkan). Apakah hasil dapat diterapkan di tempat lain, jawabannya tidak. Penelitian yang mencari perubahan dan peningkatan layanan tidak dapat diterapkan di tempat lain. Penelitian ini untuk mencari perubahan dan peningkatan situasi (latar peneltian jadi tidak bisa dipindah). Apakah telah terjadi perubahan dan peningkatan? Maka verifikasi akan menentukan, karena kesepakatan/consensus seluruh pihak yang terlibat yang akan memutuskan tingkat keberhasilan. Jika guru dan siswa tanpa pihak lain, maka guru dan siswalah yang memeriksa tingkat keberhasilan itu. Jika ada kepala sekolah, maka consensus ditambah kepala sekolah.
Artinya semua dikembalikan kepada guru tentang ukuran keberhasilannya. Situasi inilah menuntut pemahaman yang benar tentang PTK. Jika guru merasa, bila kenaikan hasil belajar digunakan sebagai indicator, maka inilah boomerang sedang berjalan mengancam esensi penelitian itu. Pemahaman dan kesadaran tentang metode penelitian dengan teknik kritkik “Discourse” ini harus termaknai dengan penuh kesadaran. jadi PTK bukan satu-satunya penyebab nilai siswa
Sebagai catatan agar guru/peneliti tidak focus pada hasil belajar dan kembali focus kepada tindakan atau solusi, apakah solusi berhasil bukan nilai ukurannya. NIlai yang diperoleh siswa ditentukan oleh banyak ubahan (penyebab), antara lain: siswa belajar, guru mengajar, orangtua membimbing belajar siswa dirumah
Langkah-langkah membangun kerangka penelitian atau paradigma penelitian, diantaranya:
  1. Pahami keadaan objek penelitian dengan cermat, sehingga dapat merumuskan masalah penelitian yang jelas dan research question yang jelas pula
  2. Pahami tujuan penelitian, dan tuliskan tujuan penelitian dengan rinci menjadi tujuan umum dan tujuan khusus
  3. Pelajari teori yang relevan, yang berhubungan dengan subjek penelitian Anda
  4. Pahami konsep-konsep yang diuraikan dalam teori tersebut dengan cermat. Hal ini sangat penting agar tidak membuat kekeliruan ketika menyusun kerangka fikir dan menterjemahkan konsep menjadi variabel.
  5. Pelajari hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian Anda (tujuannya, pendekatannya, sampling, variabel-variabel utama, instrumen penelitian, metode analisa data, kesimpulan dan implikasinya).
  6. Kembangkan pengetahuan yang diperoleh berdasar keyakinan/pengetahuan peneliti sendiri, untuk menyusun kerangka fikiran (kerangka konseptual) penelitian yang diharapkan dapat menjawab research questions penelitian tersebut.
D .Hipotesis
Hipotesis diartikan sebagai dugaan sementara pada penelitian yang akandilakukan.temasuk dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelashipotesis dibutuhkansebagai acuan peneliti yang disebut dengan hipotesis tindakan.
 Hipotesis dalam penelitian tindakan bukan hipotesis perbedaan atau hubunganyang terdapat pada metode-metode penelitian lain melainkan hipotesis tindakan  idealnyahipotesis penelitian tindakan mendekati keketatan penelitian formal yang situasi lapanga yang senantiasa berubah membuatnya sulit untuk memenuhi tuntutan itu
Rumusan hipotesis tindakan memuat tindakan yang diusulkanuntuk menghasilkan perbaikan yang diinginkan untuk sampai padapemilihan tindakan yang dianggap tepatpeneliti dapat mulai denganmenimbang prosedur-prosedur yang mungkin dapat dilaksanakan yang perbaikan yang diinginkan dapat dicapai sampai menemukan prosedurtindakan yang dianggap tepat.
Beberapa acuan penyusunan hipotesis tindakan dalam PTK, antara lain:
1)   Menjawab rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian
2)   Merupakan jawaban sementara dari kajian teori yang disusun oleh peneliti
3)   Merupakan jawaban sementara dari kerangka berpikir
 Formulasi solusi dalam bentuk hipotesis tindakan
Dilihat dari sudut lain, alternatif tindakan perbaikan juga dapat dilihat sebagai hipotesis dalam arti mengindikasikan dugaan mengenai perubahan dalam arti perbaikan yang bakal terjadi jika suatu tindakan dilakukan.
Misalnya:
 jika kebiasaan membaca ditingkatkan melalui penugasan mencari kata atau istilah serapan, perbendaharaan kata akan meningkat dengan rata–rata 10% setiap bulannya.
b. Analisis kenaikan hipotesis tindakan
Setelah diperoleh gambaran awal mengenai sejumlah hipotesis tindakan maka selanjutnya perlu dilakukan masing–masing hipotesis tindakan itu dari segi jarak yang terdapat antara situasi riil dengan situasi ideal yang dijadikan rujukan. Sebab jika terdapat jarak yang terlalu sulit untuk mengupayakan perwujudannya, maka tindakan yang dilakukan tidak akan membuahkan hasil yang optimal. Oleh karena itu, kondisi dan situasi yang dipersyaratkan untuk penyelenggaraan sesuatu tindakan perbaikan dalam rangka PTK, harus ditetapkan sedemikian sehingga masih ada dalam batas–batas baik kemampuan guru senada dukungan fasilitas yang tersedia di sekolah maupun kemampuan rata–rata siswa untuk mencernakannya. Dengan kata lain, sebagai aktor PTK guru hendaknya cukup realistis dalam menghadapi kenyataan keseharian dunia sekolah dimana ia berada dan melaksanakan tugasnya.
Hipotesis tindakan harus dapat diuji secara empiris. Ini berarti bahwa baik proses implementasi tindakan yang dilakukan maupun dampak yang diakibatkannya dapat teramati oleh guru yang merupakan aktor PTK maupun mitra kerjanya. Sebagian dari gejala–gejala yang dapat diamati itu dapat diberikan secara kualitatif. Namun yang paling penting gejala – gejala tersebut harus dapat divertifikasi oleh pengamat lain, apabila diperlukan.
Pada gilirannya, untuk melakukan tindakan agar menghasilkan dampak/hasil sebagaimana diharapkan diperlukan kajian mengenai kelaikan hipotesis tindakan terlebih dahulu. Menurut Soedarsono (1997) beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengkaji kelaikan hipotesis tindakan adalah sebagai berikut:
1) Implementasi suatu PTK akan berhasil, hanya apabila didukung oleh kemampuan dan komitmen guru yang merupakan aktornya. Di pihak lain, sebagaimana telah dikemukakan untuk pelaksanaan PTK kadang – kadang memang masih diperlukan peningkatan kemampuan guru melalui berbagai bentuk pelatihan sebagai komponen penunjang. Selanjutnya selain persyaratan kemampuan, keberhasilan pelaksanaan PTK juga ditentukan oleh adanya komitmen guru yang merasa tergugah untuk melakukan tindakan perbaikan. Dengan kata lain PTK dilakukan bukan karena ditugaskan oleh atasan atau didorong oleh keinginan untuk memperoleh imbalan finansial.
2) Kemampuan siswa juga perlu diperhitungkan baik dari segi fisik, psikologis, dan sosial budaya maupun etik. Dengan kata lain PTK seyogyanya tidak dilaksanakan apabila diduga akan berdampak merugikan siswa.
3) Fasilitas dan sarana pendukung yang tersedia di kelas atau sekolah juga perlu diperhitungkan sebab pelaksanaan PTK dengan mudah dapat tersabotase oleh kekurangan dukungan fasilitas penyelenggaraan. Oleh karena itu demi keberhasilan PTK maka guru dan mitranya dituntut untuk dapat mengusahakan fasilitas dan sarana yang ditentukan.
4) Selain kemampuan siswa sebagai perorangan, keberhasilan PTK juga sangat tergantung pada iklim belajar di kelas atau sekolah. Namun pertimbangan ini tentu tidak dapat diartikan sebagai kecenderungan untuk mempertahankan status kuno. Dengan kata lain perbaikan iklim belajar di kelas dan di sekolah memsng justru dapat dijadikan sebagai salah satu sasaran PTK.
5) Karena sekolah juga merupakan sebuah organisasai, maka selain iklim belajar sebagaimana dikemukakan pada butir 4) Iklim kerja sekolah juga menentukan keberhasilan penyelenggaraan PTK. Dengan kata lain dukungan dari kepala sekolah serta rekan sejawat guru dapat memperbesar peluang keberhasilan PTK. Selain itu semua tim PTK juga perlu membahas secara mendalam tentang kemungkinan konsekuensi alas an dilakukannya tindakan yang harus diantisipasi. Demikian pula kemungkinan timbulnya masalah baru dengan adanya tindakan di kelas. Atas dasar berbagai pertimbangan di atas maka peneliti dapat secara lebih cermat menyusun rencana yang akan dilakukan.
c. Perencanaan Tindakan
Sebelum dilaksanakan penelitian, peneliti perlu melaksanakan berbagai persiapan sehingga semua komponen yang di-rencanakan dapat dikelola dengan baik. Langkah-langkah per-siapan yang perlu ditempuh adalah:
1) Membuat skenario pembelajaran yang berisikan langkah-langkah yang dilakukan guru, di samping bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan siswa dalam rangka implemen-tasi perbaikan yang telah direncanakan.
2) Mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung yang diperlukan di kelas, seperti gambar-gambar dan alat-alat peraga.
3) Mempersiapkan cara merekam dan menganalisis data mengenai proses dan hasil tindakan perbaikan, kalau perlu juga dalam bentuk pelatihan-pelatihan.
4) Melakukan simulasi pelaksanaan tindakan perbaikan untuk menguji keterlaksanaan rancangan, sehingga dapat menumbuhkan serta mempertebal keper-cayaan diri dalam pelaksanaan yang sebenarnya. Sebagai pelaku PTK, guru harus terbebas dari rasa gagal dan takut berbuat kesalahan.
 Pelaksanaan tindakan, Observasi dan Interpretasi
Atas dasar uraian di atas, adalah sangat beralasan untuk beranggapan bahwa PTK dilakukan oleh seorang guru atas prakarsa nya sendiri, mesikupun juga terbuka untuk dilakukan secara kola-boratif. Ini berarti bahwa peran guru dalam melaksanakan PTK adalah sangat penting dan tidak dapat digantikan oleh orang lain begitu saja. Oleh karena itu, implementasi tindakan, proses obser-vasi-interpretasi dan hasil implementasi tindakan tersebut terjadi karena keduanya merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam tindakan alamiah pembelajaran.
a. Pelaksanaan tindakan
Kegiatan pelaksanaan tindakan perbaikan ini merupakan tindakan pokok dalam siklus PTKs, dan pada saat yang bersama-an kegiatan pelaksanaan tindakan ini juga diikuti dengan ke-giatan observasi dan interpretasi, serta diikuti dengan kegiat-an refleksi.
b. Observasi dan Interpretasi
Secara umum, observasi adalah upaya merekam segala perstiwa dan kegiatan yang terjadi selama tindakan perbaikan berlangsung, dengan menggunakan atau tanpa alat bantu. Perlu dicatat adalah kadar interpretasi yang terlibat dalam rekaman observasi secara seksama.
Mekanisme perekaman hasil observasi perlu dirancang agar tidak mencampuradukkan antara fakta dan interpretasi, namun juga tidak terseret oleh kaidah umum yang tanpa kecuali menafsirkan interpretasi dalam pelaksanaan observasi. Apabila yang terakhir ini dilakukan, sehingga yang direkam hanyalah fakta tanpa interpretasi, maka akan dapat menimbul-kan resiko, bahwa makna dari perangkat fakta yang telah di-amati itu tidak lagi dapat dibangkitkan kembali secara utuh karena proses erosi yang terjadi dalam ingatan, lebih-lebih apabila pengamat adalah juga aktor tindakan. Dalam hubungan ini, agaknya prosedur perekaman hasil observasi yang telah banyak digunakan dalam penelitian kualitatif, dapat dimanfaat-kan

No comments: