Biarlah air menjadi awan
Yang kemudian menjadi mendung sebagai bekal hujan
Dan biarlah aku menjadi manusia
Yang meniti bait-bait keinsafanku
Dalam sajadah panjang kehidupan
Biarlah menjadi apa adanya
Dalam simfoni indah sunatullah
'tuk sekedar mengecup arti kesejatian hakiki
Itulah sebaik-baik bekal
Akulah sang bintang dikala itu
Bersinar diatas kuasa tanpa meragu
Kubakar tubuh ini tuk sekedar menghangatkanmu
Walau terkadang kau tiada tahu
Ingatlah hangatku dikala senyum merona
Layaknya musim semi hai bunga sakura
Namun tiada lupakanku ketika hati meradang rana
Karena ku kan slalu ada, walau engkau disebrang dunia
Ini cinta yang tak ada sesal
Mengisi detik dengan ketulusan kekal.
Matahari sesungguhnya selalu hadir dan ada,
Dan setiap orang terhangati olehnya.
Meskipun begitu, karena matahari tidak selamanya terlihat,
Manusia tidak mengengetahui bahwa kehangatan dan kehidupan berasal darinya.
Kusambut hari dengan berseri
Seiring mentari yang terus menyinari
Selaras hati yang bernyanyi
Serinai kasih yang mekar di hati
Bersama sahabat yang selalu dekat
Jalin erat terikat kuat
Cinta adalah rasa di jiwa
Bilakah ia kan bermaknya
Dalam alunan sikap yang mengalah
Tuk menyimpan hasrat meski tak parah
Menunggu seribu tahun pun
Rasa itu kan tetap ada
Untukmu selamanya...
Kebisuan yang terjelma
Menumbangkan ada dan cinta
Dalam gairah prasangka
Seakan hadir tak bermakna
Mengerti pun aku diam
Dalam galau kesendirianku
Bersua dan berpisah apalah bedanya
Berpisah pun untuk bersua pula
Kubawa janji hati ini kasih
Untuk kubingkis padamu lagi nanti
Tak kan lama aku pergi
Karena pasti ku kan kembali
Hanya tak sabar menanti
Bilakah cerita kan terulang lagi
Wanita...
Terkadang sulit diterka
Dalamnya lautan bisa diselami
Dalamnya hati siapa yang tahu
Dia pandai menyimpan perasaan
Tak urung hal itu menimbulkan korban
Meski cuma perasaan
Semburat jingga meronai senja
Di dalam kekelaman sang waktu
Seakan hadir memberi nuansa lain
Dalam tirai yang melingkupinya
Yang menyibakkan siluet hati
Kala diri terpaku sendiri
Dalam rengkuhan Ilahi
Kuingin jadi bagian dari hatimu
Tak peduli apa jua yang harus kepertaruhkan
Tapi semakin kugapai dan ingin kugenggam
Bayangmu semakin menghilang
Menyisakan hampa di kalbu
Kala diri kalut dalam bisu
Terjelma dalam asa yang hampir patah
Telah luruh diri ini
Berkubang air mustakmal yang berserak
Kusibak alunan kaki seiring
Tapak-tapak yang tak pernah berhenti
Kusungkurkan jasad ini di kubah-Mu
Menetes seiring irama al-Ashr
Tetap tersungkur...
Aku merintih, tersiak dalam gaung-Mu
Tuhanku....
Luruh jugakah dosaku?
Gulau cintaku
Berbilur duka yang maha dalam
Oh... Kasih
Lihatlah padaku
Birunya cintaku menanti
Harapkan kau kembali
Padaku.
Yang kemudian menjadi mendung sebagai bekal hujan
Dan biarlah aku menjadi manusia
Yang meniti bait-bait keinsafanku
Dalam sajadah panjang kehidupan
Biarlah menjadi apa adanya
Dalam simfoni indah sunatullah
'tuk sekedar mengecup arti kesejatian hakiki
Itulah sebaik-baik bekal
Akulah sang bintang dikala itu
Bersinar diatas kuasa tanpa meragu
Kubakar tubuh ini tuk sekedar menghangatkanmu
Walau terkadang kau tiada tahu
Ingatlah hangatku dikala senyum merona
Layaknya musim semi hai bunga sakura
Namun tiada lupakanku ketika hati meradang rana
Karena ku kan slalu ada, walau engkau disebrang dunia
Ini cinta yang tak ada sesal
Mengisi detik dengan ketulusan kekal.
Matahari sesungguhnya selalu hadir dan ada,
Dan setiap orang terhangati olehnya.
Meskipun begitu, karena matahari tidak selamanya terlihat,
Manusia tidak mengengetahui bahwa kehangatan dan kehidupan berasal darinya.
Kusambut hari dengan berseri
Seiring mentari yang terus menyinari
Selaras hati yang bernyanyi
Serinai kasih yang mekar di hati
Bersama sahabat yang selalu dekat
Jalin erat terikat kuat
Cinta adalah rasa di jiwa
Bilakah ia kan bermaknya
Dalam alunan sikap yang mengalah
Tuk menyimpan hasrat meski tak parah
Menunggu seribu tahun pun
Rasa itu kan tetap ada
Untukmu selamanya...
Kebisuan yang terjelma
Menumbangkan ada dan cinta
Dalam gairah prasangka
Seakan hadir tak bermakna
Mengerti pun aku diam
Dalam galau kesendirianku
Bersua dan berpisah apalah bedanya
Berpisah pun untuk bersua pula
Kubawa janji hati ini kasih
Untuk kubingkis padamu lagi nanti
Tak kan lama aku pergi
Karena pasti ku kan kembali
Hanya tak sabar menanti
Bilakah cerita kan terulang lagi
Wanita...
Terkadang sulit diterka
Dalamnya lautan bisa diselami
Dalamnya hati siapa yang tahu
Dia pandai menyimpan perasaan
Tak urung hal itu menimbulkan korban
Meski cuma perasaan
Semburat jingga meronai senja
Di dalam kekelaman sang waktu
Seakan hadir memberi nuansa lain
Dalam tirai yang melingkupinya
Yang menyibakkan siluet hati
Kala diri terpaku sendiri
Dalam rengkuhan Ilahi
Kuingin jadi bagian dari hatimu
Tak peduli apa jua yang harus kepertaruhkan
Tapi semakin kugapai dan ingin kugenggam
Bayangmu semakin menghilang
Menyisakan hampa di kalbu
Kala diri kalut dalam bisu
Terjelma dalam asa yang hampir patah
Telah luruh diri ini
Berkubang air mustakmal yang berserak
Kusibak alunan kaki seiring
Tapak-tapak yang tak pernah berhenti
Kusungkurkan jasad ini di kubah-Mu
Menetes seiring irama al-Ashr
Tetap tersungkur...
Aku merintih, tersiak dalam gaung-Mu
Tuhanku....
Luruh jugakah dosaku?
Gulau cintaku
Berbilur duka yang maha dalam
Oh... Kasih
Lihatlah padaku
Birunya cintaku menanti
Harapkan kau kembali
Padaku.
No comments:
Post a Comment