Monday, August 1, 2011

*••♥ MENCINTAI KEBAIKAN ♥••*

عَنْ النَّوَّاسِ بْنِ سِمْعَانَ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْبِرِّ وَالْإِثْمِ فَقَالَ الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي صَدْرِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ



Dari An-Nawwas bin Sam’an Al-Anshari berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah saw. Tentang kebaikan dan dosa, beliau menjawab, ‘kebaikan adalah akhlak yang baik. Adapun dosa sesuatu yang meresahkan dada dan engkau tidak suka orang-orang mengetahui hal itu.” (HR. Muslim)



Di dalam Islam, kebaikan sangat dianjurkan untuk diaplikasikan. Di saat yang sama, Islam melarang mendekati keburukan (dosa). Hadist di atas merupakan definisi sederhana yang dibeberkan Rasul saw. di depan sahabatnya tentang dua hal yang kontradiktif itu. Pada kesempatan lain, ketika salah seorang sahabat bernama Wabishah bertanya seputar hal yang sama, beliau menjawab dengan definisi yang berbeda.



يَا وَابِصَةُ اسْتَفْتِ قَلْبَكَ وَاسْتَفْتِ نَفْسَكَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ الْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي النَّفْسِ وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ وَإِنْ أَفْتَاكَ

النَّاسُ وَأَفْتَوْكَ



Ya Wabishah, tanyakan hatimu (tiga kali)! Kebaikan adalah perkara yang membuat jiwamu tenang dan dosa adalah perkara yang membuat ragu dalam jiwa dan meresahkan dada, meskipun manusia berulang kali memberimu fatwa.” (HR. Imam Ahmad)



Definisi yang diberikan Nabi saw. sangat simpel. Cukup tanyakan pada hati tentang baik atau buruknya suatu perkara. Hati akan menjawab. Bila hal itu baik, perasaan puas, nyaman, dan tenang akan menyusup jauh ke dalam jiwa. Bila buruk, hati jadi gundah gulana dan nelangsa. Perasaan jadi tidak nyaman. Kemanapun legitimasi keburukan dicari, walaupun dengan pembenaran sekalipun, hati akan menolak. Itu dengan catatan hati itu belum mati, alias belum tertutup dari rahmat Allah. Sebab, hati yang mati respon dan respek pada keburukan akan sirna akibat terbiasa berbuat dosa..



*••♥ Seorang Muslim Harus Menjadi Orang Baik ♥••*



Islam mengajarkan pemeluknya mencintai kebaikan dengan gemar berbuat baik. Sebab, Allah itu maha baik dan hanya menerima segala hal yang bernilai kebaikan. Orang Islam dituntut menjadi orang baik. Bahkan, ia harus mendakwahkannya agar orang lain turut menjadi baik. Seorang muslim yang baik sendiri sama sekali tidak dibenarkan. Semakin banyak pecinta kebaikan, semakin aman dan tentram dunia.



Dalam Islam, kebaikan itu sekecil apapun sangat bernilai. Kita dilarang meremehkan kebaikan sekecil apapun itu. Di mata Allah, apapun yang bernilai baik diberi ganjaran berupa pahala. Sebagaimana perbuatan buruk sekecil apapun juga tercatat sebagai dosa.







لا تَحْقِرنَّ مِنَ المَعرُوفِ شَيئاً وَلَوْ أنْ تَلقَى أخَاكَ بِوَجْهٍ طَليقٍ

Janganlah meremehkan kebaikan itu sekecil apapun, walaupun engkau berwajah manis saat berjumpa saudaramu.” (HR. Muslim)



Mencintai kebaikan adalah fitrah manusia, termasuk penjahat sekalipun. Seorang penjahat sadar bahwa kejahatan itu buruk. Dia pribadi pasti menolak perbuatan itu di dalam hatinya. Ayah yang korup pasti tidak menginginkan anaknya seperti dia. Seorang ibu yang melacurkan diri, tidak berharap anak kandungnya bernasib sama. Mimpi pun mereka tidak berani. Orangtua boleh busuk dan bejat, tetapi anak jangan sampai demkian.



Menjadi pecinta kebaikan harus dibangun dengan membiasakan diri dengan hal-hal baik yang sifatnya sederhana, bahkan terkesan remeh. Contohnya mengucap salam, memungut sampah, menolong anak kecil, menuntun yang buta, memberi tumpangan, dan lain-lain. Seperti ungkapan ”Roma dibangun tidak dalam jangka waktu sehari”, menjadi pribadi baik pun tidak bisa instan alias butuh waktu dan proses.



Betapa banyak orang fakir mencela orang kaya, bukan karena kekikirannya bersedekah harta atau makanan, tetapi lebih karena kekikirannya dalam menebarkan keramahan dan akhlak yang baik. Betapa banyak orang fakir karena senyum seseorang, keramahannya, dan penghormatannya terhadap mereka, justru mereka tak segan-segan berdoa untuk orang yang baik itu agar Allah menurunkan rahmat dan berkah untuknya.



Kini banyak orang berambisi menjadi orang penting daripada berniat menjadi orang baik. Menjadi orang penting itu baik. Namun, menjadi orang baik itu jauh lebih penting. berambisi menjadi orang penting cenderung menganggap baik apapun atau menghalalkan segala cara. Itulah sebabnya kenapa orang-orang penting kebanyakan masuk neraka daripada masuk surga. Sebab, jarang sekali orang penting beramal kebaikan dengan niatan tulus. Yang ada semata-mata demi kepentingan tertentu.



Semua anggota badan kita berpotensi mengerjakan kebaikan. Artinya, kita oleh Allah telah diberi fasilitas untuk mendulang banyak pahala. Rasul saw. Bersabda:



عن أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ سُلَامَى مِنْ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيهِ الشَّمْسُ يَعْدِلُ بَيْنَ الِاثْنَيْنِ صَدَقَةٌ وَيُعِينُ الرَّجُلَ عَلَى دَابَّتِهِ فَيَحْمِلُ عَلَيْهَا أَوْ يَرْفَعُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ وَكُلُّ خُطْوَةٍ يَخْطُوهَا إِلَى الصَّلَاةِ صَدَقَةٌ وَيُمِيطُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ صَدَقَةٌ



Artinya: Abu Hurairah ra. Berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan shadaqahnya setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah shadaqah. Menolong seorang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkatkan barang ke atas kendaraannya adalah sadaqah, kata-kata yang baik adalah shadaqah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah shadaqah, dan mengangkat suatu yang membahayakan di jalan adalah shadaqah.” (HR. Bukhari Muslim)



Kita perlu memotivasi diri agar kita tidak miskin kebaikan. Hari demi hari kita harus kaya akan kebaikan. Bila tidak itu adalah alamat merugi. Bahkan Utsman bin Affan ra berkata: “Barangsiapa yang hari demi hari tidak bertambah kebaikannya, maka ia adalah orang yang menjerumuskan dirinya ke dalam api neraka dengan sengaja.” (Lihat Untaian Hikmah Penggugah Jiwa 2 hal. 160) Kemujuran kita di akhirat kelak tergantung kepada iman dan investasi kebaikan kita di dunia.



Agama kita tidak meminta lebih dari kita. Yang diharapkan adalah bagaimana kita bisa mengoptimalkan apa yang ada sebaik mungkin dan semampu kita. Bagi yang kaya, perbanyak amal kebaikan. Bagi yang miskin, tidak ada kata menyerah. Pintu kebaikan masih banyak. Jangan berharap membangun gedung tinggi, bila rumah yang kecil saja kita tidak punya. Lakukan segala macam kebaikan itu dari yang kecil dan serealistis mungkin. Itu sudah lebih dari cukup.



Habib Ziadi, alumnus Isy Karima Jateng Dan An-Nu’aimy Jakarta [muslimdaily.net]

http://rmhdakwah.wordpress.com/2010/02/25/mencintai-kebaikan/

No comments: