Modul 1
Pemikiran Tokoh Pembelaaran Berwawasan Kemasyarakatan
Kegiatan Belajar 1 : Pandangan
Kritik Sosial dalam Pembelajaran (Teori Belajar Humanistik)
Teori Humanstik dipelopori oleh Jurgen Habermas. Menurut
teori humanstik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk
kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Menurut Ausbel (Rene: 1996)
belajar bermakna meaning learning, belajar merupakan asimilasi
bermakna. Sedangkan menurut Kolb (Rene: 1996) membagi tahap-tahap belajar
menjadi 4 tahap, yaitu :
1. Tahap
pengalaman konkret. Seseorang mampu atau dapat mengalami suatu peristiwa atau
suatu kejadian sebagaimana adanya.
2. Tahap
pengamatan aktif dan reflektif, seseorang makin lama akan semakin mampu
melakukan observasi secara aktif terhadap peristiwa yang dialaminya.
3.Tahap
konseptualisasi, seseorang sudah mulai berupaya untuk membuat abtraksi,
mengembangkan suatu teori, konsep atau hokum dan prosedur tentang suatu yang
menjadi objek pengmatannya.
4. Tahap
eksperimentasi aktif. Seseorang sudah mampu mengaplikasikan konsep-konsep,
teori-teori atau aturan-aturan ke dalam situasi nyata.
Habermas membagi tipe belajar ke dalam tiga bagian, yaitu
(1) belajar teknis, (2) belajar praktis, dan (3) belajar emansipatoris.
Honey dan Mumford menggolongkan orang yang belajar ke dalam
empat kelompok, yaitu : (1) kelompok aktivis, (2) kelompok reflector, (3)
kelompok teoris, (4) kelompok pragmatis.
Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan teori
humanitis, yaitu :
a. Menentukan
tujuan-tujuan pembelajaran
b. Menentukan
materi pembelajaran
c. Menngidentifikasi
kemampuan awal peserta didik
d. Mengidentifikassi
topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif melibatkan diri
dalam belajar.
e. Merancang
fasilitas belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran
f. Membimbing
siswa belajar secara aktif
g. Membimbing
siswa untuk memahami hakikat atau makna dari pengalaman belajarnya
h. Membimbing
siswa membuat konseptualisasi pengalaman belajarnya
i. Membimbing
siswa dalam mengaplikasikan konsep-konsep baru ke dalam situasi nyata
j. Mengevaluasi
proses dan hasil belajar.
Kegiatan
Belajar 2 : Pandangan Progresif dalam Pembelajaran
Pandangan progresivisme berasal dari
pikiran John Dewey (Tilaar: 2000). Peserta didik dipandang sebagai orang yang
merupakan bagian dari masyarakat, sehingga proses pendidikan harus memiliki
orientasi terhadap masyarakat. Dewey menyebutkan bahwa terdapat tiga tingkatan
kegiatan yang biasa dipergunakan di sekolah, yaitu :
1) Untuk
anak pendidikan pra-sekolah diperlukan latihan berkenaan dengan pengembangan
kemampuan panca indera dan pengembangan koordinasi fisik.
2)
Menggunakan bahan belajar yang bersumber dari lingkungan yang dapat merangsang
minat anak belajar agar mampu membangun, mencoba dan mengambangkan kretivitas.
3) Anak
menemukan ide-ide atau gagassan, mengujinya, dan menggunakan ide-ide atau
gagasan tersebut untuk memecahkan persoalan yang sama.
Pikiran-pikiran progresivisme berbeda dalam cara pandang
terhadap pendidikan tradisional, dalam hal ; (1) guru memiliki kendali dalam
pembelajaran, (2) hanya percaya bahwa buku sebagai satu-satunya sumber
informasi, (3) belajar yang pasif, dan cenderung tidak faktual, (4) memisahkan
sekolah dengan masyarakat, dan (5) menggunakan hukuman fisik dalam menegakkan
disiplin.
Terdapat lima prinsip pendidikan progresif, yaitu (1)
berikan kebebasan pada anak untuk berkembang secara alamiah, (2) minat dan
pengalaman langsung merupakan rangsangan paling baik untuk belajar,
(3) guru memiliki peran sebagai narasumber dan pembimbing kegiatan belajar, (4)
mengembangkan kerja sama antara sekolah dengan keluarga, (5) sekolah profresif
harus menjadi laboratorium reformasi dan pengujian pendidikan.
Kegiatan Belajar 3 : Pandangan
Sosiokultural Konstruktivis dalam Pendidikan
Resolusi
konstuktivis memeiliki akar yang kuat di dalam sejarah pendidikan.
Konstruktivis lahir dari gagasan Piaget dan Vygotsky, yang keduanya menekankan
bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yangbtelah
dipahami sebelumnya diolah melalui suatuproses ketidak seimbangan dalam upaya
memahami informasi-informasi baru. strategi pembelajaran
Ide-ide konstruktivisme modern banyak berlandaskan kepada
teori Vygotsky yang telah digunakan dalam menunjang metode pengajaran yang
menekankan pada pembelaaran kooperatif, pembelajaran berbasis proyek, dan
penemuan (Mohamad Nur: 1999).
Terdapat empat prinsip kunci yang diturunkan dari teori
konstruktivisme modern, yaitu :
1) Penekanannya
pada hakikat sosial dari pembelajaran.
2) Ide
bahwa belajar paling baik apabila konsep itu berada dalam zona perkembangan
mereka.
3) Adanya
penekanan terhadap keduanya, yaitu hakikat sosial dari belajar dan zona
perkembangan terdekat yang dinamakan dengan pemagangan kognitif.
4) Pada
proses pembelajaran menekankan kemandirian atau belajar menggunakan media.
Menurut teori konstruktivis, pengetahuan bukanlah kumpulan
fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi
kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya.
Von Galserfeld mengemukakan beberapa kemampuan yang
diperlukan dalam proses kognitif pengetahuan, yaitu (1) kemampuan
mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, (2) kemampuan membandingkan dan
mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan, (3) kemampuan untuk lebih
menyukai suatu pengalaman yang satu dari padda yang lainnya.
Paradigma kontruktivistik memandang siswa sebagai pribadi
yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal
tersebut menjadi dasar dalam mengonstruksi pengetahuan yang baru.
Pendekatan Vygotsky menganjurkan pngetesan lapisan bawah dan
atas zona itu sehingga mengetahui tentang tingkat status dan kemampuan normal
siswa saat ini di samping juga berapa banyak siswa mendapatkan manfaat dari
jenis-jenis bantuan tertentu.
Kegiatan Belajar 4 : Pandangan Ki
Hadjar Dewantoro terhadap Pendidikan
Pendidikan adalah upaya untuk memerdekakan manusia dalam
arti bahwa menjadi manusia yang mandiri, agar tidak tergantung kepada orang
lain baik lahir ataupun batin. Kemerdekaan yang dimaksud dari 3 macam, yaitu :
berdiri sendiri, tidak bergantung pada orang lain, dan dapat mengatur dirinya
sendiri.
Lahirnya pendidikan Taman Siswa juga diilhami oleh model
pendidikan barat yang tidak menyelesaikan persoalan peningkatan kualitas sumber
daya manusia waktu itu. Menurutnya Pendidikan barat memiliki ciri : perintah,
hukuman dan ketertiban. Ki Hadjar Dewantoro merupakan salah satu perkosaan
terhadap kehidupan batin anak-anak. Oleh karena itu, tidak heran apabila hasil
pendidikan barat melahirkan anak dengan budi pekerti rusak sebagai akibat dari
anak yang hidup di bawah paksaan dan hukuman, yang biasanya tidak setimpal
dengan kesalahannya.
Beberapa falsafah Ki Hadjar Dewantoro berkenaan dengan
pendidikan, yaitu :
1. Segala
alat, usaha dan juga cara pendidikan harus sesuai denngan kodratnya
2. Kodratnya
itu tersimpan dalam adat istiadat setiap masyarakat dengan berbagai kekhasan,
yang kesemuanya itu bertujuan untuk mencapa hidup tertib dan damai
3. Adat
istiaddat sifatnya selalu berubah (dinamis)
4. Untuk
mengetahui karakteristik mesyarakat saat ini diperlukan kajian dalam mendalam
tentang kehidupan masyrakat tersebut di masa lampau, sehingga dapat diprediksi
kehidupan yang akan datang pada masyarakat tersebut.
5. Perkembangan
budaya masyarakat akan dipengaruhi oleh unsur-unsur lain. Hal ini terjadi
karena terjadinya pergaulan bangsa.
Modul 2
Ruang Lingkup Kebudayaan dalam Pendidikan
Kegiatan Belajar 1 : Hakikat
Kebudayaan
Kata “kebudayaan” berasal dari bahasa Sansekerta buddayah yang
merupakan bentuk jamak dari “buddhi” yang berarti budi atau akal.
Kebudayaan diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkut paut dengan budii atau
akal”. Adapaun istilah culture yang merupakan istilah bahasa asing sama artinya
dengan kebudayaan, berasal dari kata latin “colere”, yang artinya mengolah atau
mengerjakan, yaitu mengolah tanah atau bertani. Dari asal kata tersebut
(colere) kemudian culture diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia
untuk mengolah dan mengubah alam.
Menurut Tylor (1871) kebudayaan merupakan kompleks yang
mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hokum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia
sebagai anggota masyarakat. Dengan kata lain, kebudayaan mencakup kesemuanya
yan didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebgai anggota masyarakat.
Tilaar (2002) merinci definisi yang dikemukakan E.B. Tylor
sebagai berikut :
1) Kebudayaan
merupakan suatu keseluruhan yang kompleks.
2) Kebudayaan
merupakan suatu prestasi kreasi manusia yang bukan material, artinya berupa
bentuk-bentuk prestasi psikologis seperti : ilmu pengetahuan, kepercayaan, dan
seni.
3) Kebudayaan
dapat pula berbentuk fisik seperti hasil seni
4) Kebudayaan
dapat pula berbentuk kelakuan-kelakuan yang terarah seperti hokum, adat
istiadat yang berkesinambungan.
5) Kebudayaan
diperoleh dari lingkungan.
6) Kebudayaan
tidak terwujud dalam kehidupan manusia soliter atau terasing tetapi yang hidup
dalam suatu masyarakat tertentu.
J.J. Honingmann membuat perbedaan atas tiga gejala
kebudayaan, yakni : (1) ideas, (2) activities, (3) artifacts. Namun demikian
Koentjaraningrat (1996) menyarankan agar kebudayaan dibeda-bedakan sesuai empat
wujudnya, yang terdiri dari : (1) artifacts, (2) sistem tingkah laku dan
tindakan yang berpola, (3) sistem gagasan, (4) sistem idiologis.
Kegiatan Belajar 2 : Unsur-unsur
Pokok Kebudayaan
Menuurt Melville J. Herskovits (Soekanto: 1990) ada 4 unsur
pokok kebudayaan, yaitu :
1. Alat-alat teknologi
2. Sistem ekonomi
3. Keluarga
4. Kekuasaaan politik
Menurut Malinowski (Soekanto: 1990) menyebut unsur-unsur
pokok kebudayaan adalah sebagai berikut :
1. Sistem
norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat di dalam
supaya menguasai alam sekelilingnya.
2. Organisasi
ekonomi
3. Alat-alat
dan lembaga atau petugas pendidikan
4. Organisasi
kekuatan
Menurut C. Kluckhohn (1953) menyebutkan unsur-unsur pada
kebudayaan yang ada di dunia ini secara universal terdiri atas :
1. Peralatan
dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga,
senjata, alat-alat produksi, transportasi, dsb)
2. Mata
pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan,
sistem produksi, sistem distribusi, dsb)
3. Sistem
kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum dan sistem
pekawinan)
4. Bahasa
(lisan maupun tertulis)
5. Kesenian
(seni rupa, seni rupa, seni gerak, dsb)
6. Sistem
Pengetahuan
7. Religi
(sistem kepercayaan)
Unsur-unsur normative yang merupakan bagian dan kebudayaan
adalah sebagai berikut :
1. Unsur-unsur
yang menyangkut penilaian, misalnya baik dan buruk, dsb
2. Unsur-unsur
yang berhubungan dengan apa yang seharausnya, seperti perilaku.
3. Unsur-unsur
yang menyangkut kepercayaan, seperti mengadakan upacara adat saat kelahiran,
dsb.
Kegiatan Belajar 3 : Fungsi
Pendidikan dalam Kebudayaan
Di dalam transmisi kebudayaan terdapat tiga unsur utama,
yaitu :
1. Unsur-unsur yang
ditransmisikan
2. Proses transmisi
3. Cara transmisi
Pada masyarakat modern, sekolah merupakan salah satu lembaga
utama yang dipergunakan oleh orang dewasa dalam mewariskan kebudayaan kepada
anak-anaknya. Oleh karena itu, guru atau tenaga kependidikan harus memiliki
pemahaman yang jelas tentang budaya yang berkembang di masyarakat, baik secara
makro maupun secara mikro yang meliputu nilai, kepercayaan, dan norma.
D’Antonio (1983) mendefinikan keluarga sebgai suatu unit
yang terdiri dua orang atau lebih yang hidup bersama untuk suatu periode waktu,
dan diantara mereka saling berbagi dalam suatu hal atau lebih, yang berkaitan
dengan pekerjaan, seks, kesejahteraan, dan makanan anak-anak, kgiatan
intelektual, spiritual, dan rekreasi.
Rollin dan Galligen (1978) mendefinikan keluarga sebagai
suatu sistem interaksi semi 1. Pemeliharaan
fisik dan kesejahteraan anggota keluarga
2. Meambah anggota
keluarga baru, baik melalui kelahiran amupun adopsi
3. Sosialisasi
anak-anak tehadap orang dewasa, seperti sebgai orang dewasa, pekerja, anggota
masyarakat, dll
4. Pengendali
sosial anggota keluarga
5. Pemelihara
moral keluarga dan motivasi untuk memastikan kinerja tugas baik di dalam
keluarga maupun dalam kelompok sosial lain.
6. Produksi
dan konsumsi peralatan dan pelayanan yang diperlukan untuk mendorong dan
memelihara inti keluarga
tertutup di antara orang-orang yang bervariasi umur dan
jenis kelaminnya, dimana interaksi tersebut terorganisasi dalam arti hubungan
proses sosial dengan norma dan peranan yang ditentukan, baik oleh individu yang
beriteraksi mauupun oleh masyarakat sebgai suatu ciri dari sistem tersebut.
Zimmerman (1983) mengemukakan fungsi utama keluarga adalah
sebagai berikut : Di dalam proses pembudayaan terdapat pengertian-pengetian
seperti invensi dan penemuan, difusi kebudayaan, akulturasi, asimilasi,
inovasi, fokus, krisis, dan prediksi masa depan.
Menurut kajian Bremeld (Tilaar: 2000) proses kebudayaan
mempunyai tiga aspek yang saling berkaitan satu dengan lainnya, yaitu :
1. Kebudayaan
mempunyai tata susunan (order) yang kompleks namun merupakan suatu anyaman yang
berpola
2. Nilai-nilai
kebudayaan ditransmisikan dengan proses-proses acquiring, dan
3. Proses
pembudayaan mempunyai tujuan
MODUL 3
Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan
Kegiatan Belajar 1 : Arah Baru
Pendidikan Menuju Demokratisasi
Dengan terjadinya pergeseran peran pendidikan, maka secara
mendasar pendidikan perlu memiliki karakteristik sebgai berikut :
1. Mampu mangembangkan
kreativitas, kebudayaan, dan peradaban
2. Mendukung diseminasi
nilai keunggulan
3. Mengembangkan
nilai-nilai demokrasi, kemanusiaan, keadilan, dan keagamaan
4. Mengembangkan
secara berkelanjutan kinerja kreatif dan produktif yang koheren dengan
nilai-nilai moral
Dengan acuan buku Reformasi Pendidikan dalam Konteks
Otonomi Daerah (Jalal dan Supriadi, 2001), diungkapkan tentang arah
pendangan dasar pendidikan nasional, visi misi tujuan pendidikan
nasional dan demokratisasi pendidikan.
Acuan pemikiran dalam penataan, dan pengembangan sistem
pendidikan nasional harus mampu mengakomodasikan berbagai pandangan sehingga
terjadi keterpaduan dalam konteks dengan didasarkan prinsip :
1. Membangun prinsip
kesetaraan
2. Menciptakan
konfigurasi komponen sumber
3. Menerapkan prinsip
pemberdayaaan
4. Melaksanakan prinsip
kemandirian
5. Menciptakan prinsip toleransi
dan consensus
6. Menyusun dasar
perencanaan pendidikan
7. Menerapkan prinsip
rekonstruksionis
8. Berorientasi pada
peserta didik
9. Berdasar pada prinsip
pendidikan multicultural
10. Menerapkan
prinsip globalisasi
Visi Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang mengutamakan
kemandirian menuju keunggulan untuk meraih kemajuan dan kemakmuran berdasarkan
nilai-nilai Pancasila. Misi Pendidikan sesuai amanat UUD 1945 adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa yang ditempuh melalui pembelajaran dan
pembudayaan bangsa dan masyarakat Indonesia agar setiap insan Indonesia
berpendidikan, berbudaya, cerdas, berakar kuat pada moral dan budaya, dan
berkeadilan sosial. Misi Pendidikan Nasional jangka pendek adalah pemulihan
dari krisis, misi jangka menengah adalah pemberdayaan masyarakat dalam bidang
pendidikan, misi jangka panjangnya adalah tercapainya masyarakat Indonesia baru
yaitu masyarakat madani. Tujuan Pendidikan Nasional mampu menghasilkan manusia
sebagai individu dan anggota masyarakat yang sehat dan cerdas.
Makna demokratis dalam pendidikan yaitu proses pengembalian
keputusan pendidikan melibatkan semua tingkatan secara maksimal, dan upaya
harus dilakukan dalam rangka demokratisasi pendidikan adalah :
1. Perluasan dan
pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan
2. Pendidikan untuk semua
3. Pemberdayaan dan
pendayagunaan berbagai institusi kemasyarakatan
4. Pengakuan hak-hak
masyarakat termasuk hak pendidikan
5. Kerja sama dengan
dunia usaha dan industry
Kegiatan Belajar 2 : Konsep
Pembelajaran Berwawasan kemasyarakatan
Pembelajaran berwawasaan kemasyarakatan dilandasi
oleh pemikiran dari berbagai teoripembelajaran, yaitu teori humanistik,
teori progresivisme, dan teori konstruksivisme, serta
pendidikan berbasis masyarakat. Pembelajaran berwawasan kemasyarakatan harus
didasarkan pada hal-hal berikut :
1. Kebermaknaan dan
kebermanfaatan bagi peserta didik
2. Pemanfaatan lingkungan
dalam pembelajaran
3. Materi pembelajaran
terintegrasi dengan kehdupan sehari-hari peserta didik
4. Masalah
yang diangkat dalam pembelajaran ada kesesuaian dengan kebutuhan peserta didik
5. Menekankan pada
pembelajaran partisipatif yang berpusat pada peserta didik
6. Menumbuhkan kerja sama
di antara peserta didik
7. Menumbuhkan
kemandirian
Menurut Galbarait (Marzuki: 2004), pendidikan berbasis
masyarakat mengandung beberapa makna, yaitu :
1) Kemampuan peserta
didik meningkat
2) Partisipasi dan
demokrasi
3) Mobilisasi aksi
masyarakat
Dari pendapat tersebut terdapat prinsip-prinsip pembelajaran
yang dapat disimpulkan, yaitu :
1. Determinasi Diri (self
determination)
2. Membantu dirinya
sendiri (self help)
3. Mengembangkan
kepemimpinan (Leadership Development)
4. Lokalisasi (localization)
5. Pelayanan Terpadu (Integrated
Delivery of Service)
6. Menerima
Perbedaan (Accept Diversity)
7. Belajar Terus Menerus
(Lifelong Learning)
MODUL 4
Satuan dan Program Pendidikan Masyarakat
Kegiatan Belajar 1 : Satuan dan
Program Pendidikan di Masyarakat
Mengacu pada UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 10,
satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan
jenis pendidikan.
Satuan Pendidikan yang ada di masyarakat menurut UU
Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pasal 26 ayat 4 adalah lembaga kursus, lembaga
pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, majelis taklim,
serta satuan pendidikan yang sejenis.
Program pendidikan yang ada di masyarakat menurut UU
Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pasal 26 ayat 3 adalah pendidikan kecakapan hidup,
pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan
perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan, pendidikan
kesetaraan.
Kegiatan Belajar 2 : Pendekatan
Pembelajaran dalam Berbagai Satuan Pendidikan di Masyarakat
Pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran pada
berbagai satuan pendidikan adalah pedagogi dan andragogi. Dalam model pedagogi,
guru memiliki peran dalam pembelajaran karena didasari oleh beberapa asumsi
mengenai peserta didik yaitu :
1. Kebutuhan untuk
mengetahui (The need to know)
2. Konsep diri peserta
didik (The leaners self konsep)
3. Peran pengalaman (The
role of experience)
4. Kesiapan untuk belajar
(Readliness to learn)
5. Berorientasi
belajar (Orientation to learning)
6. Motivasi (Motivation)
Proses pembelajaran pedagogi cenderung teacher centered. Hal
ini dilandasi dengan ciri : 1) adanya dominasi guru dalam pembelajaran, 2)
Bahan belajar terdiiri dari konsep-konsep yang datangnya dari guru, 3) Materi
belajar cenderung bersifat dominan, 4) Peserta didik tinggal menerima instruksi
yang ditentukan oleh guru.
Knowles (1980) mendefinikan andragogi sebagai seni dan ilmu
dalam membantu peserta didik untuk belajar (the science and arts of helping
adults learn). Andragogi disebut juga sebagai teknologi pelibatan peserta
didik dalam kegiatan pembelajaran penerapan model.
Menurut pandangan andragogi, setiap pendidik harus mampu
membantu peserta didik dalam penyelenggaraan pendidikan :
1. Menciptakan
suasana kondusif untuk belajar melalui kerja sama dalam merencanakan program
pembelajaran.
2. Menemukan
kebutuhan belajar
3. Merumuskan
tujuan dan materi yang cocok untuk memenuhi kebutuhan belajar
4. Merancang
pola belajar dalam sejumlah pengalaman belajar untuk peserta didik
5. Melaksanakan
kegiatan belajar dengan menggunakan metode, teknik, dan sarana belajar yang
tepat
6. Menilai
kgiatan belajar serta mendiagnosis kembali kebutuhan belajar untuk kegiatan
pembelajaran selanjutnya.
Asumsi yang dijadikan landasan dalam teori andragogi adalah
sebagai berikut :
1) Orang dewasa mempunyai
konsep diri
2) Orang dewasa mempunyai
akumulasi pengalaman
3) Orang dewasa mempunyai
kesiapan untuk belajar
4) Orang dewasa berharap
dapat segera menerapkan perolehan belajarnya
5) Orang dewasa memiliki
kemampuan untuk belajar
Modul 7
Pembelaran Multikultural
Kegiatan Belajar 1 :Konsep Dasar
Pembelajaran Multikultural
Dalam proses pembelajaran tidak dapat lepas dari unsur-unsur
kebudayaan seperti :
1. Kebudayaan merupakan
suatu keseluruhan yang kompleks
2. Kebudayaan merupakan
suatu prestasi kreasi manusia yang material.
3. Kebudayaan dapat pula
berbentuk fisik
4. Kebudayaan dapat pula
berbentuk kelakuan-kelakuan yang terarah
5. Kebudayaan merupakan
suatu realitas yang objektif yang dapat dilihat
6. Kebudayaan tidak
terwujud dalam suatu kehidupan manusia soliter.
Menurut Ki Hadjar Dewatoro, kebudayaan berarti budah budi
manusia yang merupakan hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh yang kuat
yaitu alam dan zaman. Rumusan tersebut mengandung makna :
1. Kebudayaan
selalu bersifat kebangsaan (nasional) dan mewujudkan sifat atau watak
kepribadian bangsa.
2. Tap-tiap
kebudayaan menunjukkan keindahan dan tingginya adat kemanusiaan pada hidup
masing-masing bangsa yang memilikinya.
3. Tiap-tiap
kebudayaan sebgai buah kemenangan manusia terhadap kekuatan alam dan zaman
memudahkan dan melancarkan hidupnya serta memberi alat-alat baru untuk
meneruskan kemajuan hidup dan memudahkan serta memajukan dan mempertinggi taraf
kehidupan
Thomas Hickema (Tilaar: 2000) mengungkapkan tentang tugas
guru dalam menerapkan nilai-nilai sebagai inti kebudayaan adalah :
1. Pendidik haruslah
menjadi seorang model
2. Harus menciptakan
masyrakat bermoral
3. Mempraktekkan disiplin
moral
4. Mencptakan suasana
demokratis
5. Mewujudkan nilai-nilai
melalui kurikulum
6. Menciptakan budaya
kerja sama
7. Menumbuhkan kesadaran
karya
8. Mengembangkan resolusi
konflik
Kegiatan Belajar 2 : Strategi
Pengelolaan Pembelajaran Multikultural
Menurut Tilaar (2000), rumusan operasional mengenai hakikat
pendidikan mempunyai komponen-komponen sebagai berikut :
1. Pendidikan merupakan
suaru proses berkesinambungan
2. Proses pendidikan
berarti menumbuhkembangkan eksistensi manusia
3. Eksistensi manusia
yang memasyarakat.
4. Proses pendidikan
dalam masyarakat yang membudaya
5. Proses bermasyarakat
dan membudaya
Javier Perez (Tilaar: 2000) mengungkapkan bahwa perdamaian
harus dimulai dari diri kita masing-masing. Bahan-bahan belajar yang dapat
dijadikan acuan dalam pembelajaran perdamaian adalah :
a. Bahan-bahan
atau materi pembelajaran harus memberi bantuan praktis dalam pembelajaran
tentang perdamaian
b. Bahan-bahan
atau materi pembelajaran harus menggunakan berbagai metode yang dapat
mengembangkan peran serta peserta didik secara aktif
c. Bahan-bahan
atau materi pembelajarab harus mampu memenuhi kebutuhan
d. Bahan-bahan
atau materi pembelajaran harus merangsang minat peserta didik untuk lebih
memahami kelompok atau kebudayaan lain
e. Bahan-bahan
atau materi pembelajaran berisi kasus-kasus yang menunjukkan pertikaian antar
manusia yang dapat diselesaikan secara damai
f. Bahan-bahan
atau materi pembelajaran harus mnenrangkan masalah-masalah yang paling penting
untuk menciptakan perdamaian.
Strategi untuk mempelajari nilai-nilai inti yang berhubungan
dengan hak-hak asasi manusia adalah : 1) belajar tentang hak-hak asasi manusia,
2) belajar bagaimana memperjuangkan hak-hak asasi manusia, 3) belajar melalui
pelaksanaan hak-hak asasi manusia.
Strategi pembelajaran untuk demokrasi dapat dilakukan dengan
cara : 1) etos demokrasi harus belaku di tempat pembelajaran, 2) pembelajaran
untuk demokrasi berlangsung secara terus menerus, 3) penafsiran demokrasi harus
sesuai dengan konteks sosial budaya, ekonomis, dan evolusinya.
Kegiatan Belajar 3 : Prosedur
Pengelolaan Pembelajaran Multikultural
Prosedur yang ditempuh dalam pengelolaan pembelajaran
multicultural adalah melalui tahapan : 1) kegiatan pendahuluan, 2) kegiatan
utama, 3) analisis, 4) abstraksi, 5) penerapan, dan 6) kegiatan penutup.
Kegiatan pendahuluan dalam pembelajaran multikultiral adalah
menciptakan suasana yang kondusif sehingga setiap peserta didik dapat belajar
dalam harmoni kebersamaan.
Kegiatan utama merupakan kegitan instruksional yang
menekankan pada penciptaan pembelajaran yang harmoni untuk membentuk
kepribadian peserta didik yang penuh toleransi didasarkan pada keanekaragaman
budaya.
Kegiatan analisis dalam pembelajaran multikultural adalah
memberi kesempatan kepada peserta didik untuk berbagi pemikiran dan pemahaman
pribadi tentang sesuatu yang sudah dipelajarinya.
Abstraksi dalam pembelajaran multikultural merupakan upaya
pendidik untuk memperjelas materi inti yang harus dipahami oleh peserta didik.
Penerapan dalam pembelajaran multikultural adalah untuk
mengukur perubahan yang terjadi pada peserta didik setelah mengikuti
pembelajaran.
Kegiatan penuup adalah kegiatan akhir dari prosedur
pembelajaran multikultural yang dapat dilakukan sekaligus dengan kegiatan
penilaian.
Modul 8
Muatan Life Skills dalam Pembelajaran
Berwawasan Kemasyarakatan
Kegiatan Belajar 1 : Konsep
Dasar Life Skills
Dunia pendidikan di Indonesia menghadapi beberapa tantangan
besar, diantaranya sebagai berikut : 1) Dunia pendidikan dituntut untuk
mempertahankan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai, 2) Dunia pendidikan
dituntut untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten, mampu bersaing
dalam pasar kerja global, 3) Dunia pendidikan dituntut mengubah paradigama
dengan pendidikan yang demokratis, mendorong partisipasi masyarakat dan
menghargai keragaman kebutuhan dan konsisi daerah, 4) masih rendahnya
pertumbuhan ekonomi dan menurunnya tingkat kesejahteraan rakyat dan munculnya
berbagai masalah sosial yang mendasar, 5) Kualitas sumber daya manusia
Indonesia masih rendah, 6) Kualitas manusia dipengaruhi juga oleh kemampuan
dalam mengelola sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Broling (1989) “life skills” adalah interaksi
berbagai pengetahuan dan kecakapan yang sangat penting yang dimiliki oleh
seseorang sehingga meraka dapat hidup mandiri. Kent Davis (2000:1) kecakapan
hidup adalah “manual pribadi” bagi tubuh seseorang.
Kecakapan hidup/life skills versi Broling dipilah menjadi :
1. Kecakapan
personal (personal skills) yang mencakup kecakapan mengenal diri (self
awareness), dan kecakapan berpikir rasional (thingking skills)
2. Kecakapan sosial (social
skills)
3. Kecakapan kademik (academic
skills)
4. Kecakapan
vokasional (vocational skills)
Kegiatan Belajar 2 :
Jenis-jenis Life Skills
Broling (1989) mengelompokkan life skills menjadi
: a) Kecakapan hidup sehari-hari (daily living skills), b) Kecakapan
hidup sosial pribadi (personal/social skill), c) Kecakapan hidup bekerja
(occupational skill).
WHO (World Health Organization) mengelompokkan life
skills menjadi lima jenis, yaitu : 1) Self awareness/personal
skill, 2) Social skill, 3) Thingking skill,
4) Academic skill, 5)Vocational skill.
Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda
mengemukakan jenis-jenis life skills sebagai berikut : 1)
Kecakapan pribadi (personal skills), 2) Kecakapan sosial (social
skill), 3) Kecakapan akademik (academic skill), 4) Kecakapan
vokasional (vocational skill).
Direktorat Kepemudaan mengungkapkan tiga jenis life skills,
yaitu 1) Kecakapan Personal, 2) Kecakapan sosial, 3) Kecakapan vokasional.
Dalam dunia kerja, Satori (2002) mengenalkan jenis-jenis
life skills dalam employability skills sebagai berikut : 1) Keterampilan Dasar,
2) Keterampilan berpikir tingkat tinggi, 3) Karakter dan keterampilan afektif.
Satori menghubungkan antara life skills dengan employability
skill, vocational skills, dan occupational skills.
Slameto
membagi life skills menjadi 2 bagian, yaitu :
Kecakapan
Dasar
|
Kecakapan
Instrumental
|
a. Kecakapan
belajar terus menerus
b. Kecakapan
membaca, menulis, dan menghitung
c. Kecakapan
berkomunikasi : lisan, tulisan, tergambar dan mendengar
d. Kecakapan
berpikir
e. Kecakapan
qalbu (spiritual), rasa dan emosi
f. Kecakapan
mengelola kesehatan badan
g. Kecakapan
merumuskan keinginan dan upaya-upaya untuk mencapainya
h. Kecakapan
berkeluarga dan sosial
|
a. Kecakapan
memanfaatkan teknologi dalam kehidupan
b. Kecakapan
mengelola sumber daya
c. Kecakapan
bekerja sama dengan orang lain
d. Kecakapan
memanfaatkan informasi
e. Kecakapan
menggunakan sistem dalam kehidupan
f. Kecakapan
berwirausaha
g. Kecakapan
kejujuran, termasuk olahraga dan seni (citarasa)
h. Kecakapan
memilih, meyiapkan dan mengembangkan karier
i. Kecakapan
menjaga harmoni dengan lingkungan
j. Kecakapan
menyatukan bangsa berdasarkan nilai-nilai Pancasila
|
Kegiatan Belajar 3 : Pendekatan dan
Strategi Pengembangan Muatan Life Skills pada Pembelajaran berwawasan
kemasyarakatan
Pendekatan Pendidikan berbasis luas (Broad based
education) sebagai pendekatan dalam penyelenggaraan pendidikan yang
berorientasi life skills dmaksudkan sebagai upaya agar pendidikan dapat
memenuhi pokok-pokok pikiran sebagai berikut :
1. Pendidikan
ditujukan untuk membentuk masyarakat Indonesia baru yang demokratis
2. Masyarakat
demokratis memerlukan pendidikan yang dapat menumbuhkan individu dan masyarakat
yang demokratis
3. Pendidikan
diarahkan untuk mengembangkan tingkah laku yang menjawab tantangan internal dan
global
4. Pendidikan
harus mampu mengarahkan lahirnya suatu bangsa Indonesiaa yang bersatu dan
demokratis
5. Dalam
menghadapi kehidupan global yang kompetitif dan inovatif, pendidikan harus
mampu mengembangkan kemampuan berkompetitif dalam rangka kerja sama
6. Pendidikan
harus mampu mngembangkan kebhinekaan menuju kepada terciptanya suatu masyarakat
Indonesia yang bersatu di atas kekayaan kebhinekaan masyarakat
7. Pendidikan
harus mampu mengindonesiakan masyarakat Indonesia sehingga setiap insan
Indonesia merasa bangga menjadi warga Negara Indonesia
Wardiman (1998:73) menyebutkan pendidikan berbasis luas
nerupakan sistem baru yang berwawasan sumber daya manusia, berwawasan
keunggulan, menganut prinsip tidak mungkin membentuk sumber daya manusia yang
berkualitas dan memiliki keunggulan, kalau tidak diawali dengan pembentukan
dasar (fondasi) yang kuat.
Strategi pengembangan muatan life skills pada
pembelajaran yang berwawasan kemasyarakatan meliputi :
a. Strategi
Renung-Latih-Telaah (RLT)
Strategi RLT yang berarti
perenungan, Pelatihan atau Pembiasaan dan Pennelaahan dikemukakan oleh Marwah
Ibrahim : pendidikan yang berorientasi life skills perlu
dilaksanakan dengan strategi perenungan hakikat dan makna hidup/diri,
peltihan/pembiasaan, tentang bagaimana mengelola (manajemen) hidup, dan
penelaahan kisah sukses tokoh-tokoh sukses.
b.
Strategi Laerner Cantered yang dikembangkan oleh Direktorat
Kepemudaan yang menuntut penyelenggaraan life skills dalam
pembelajaran menggunakan prinsip ;
1) Pengembangan
berdasarkan minat dan kebutuhan individu dan/atau kelompok sasaran
2) Pengembangan
kecakapan terkait dengan karakteristik potensi wilayah setempat (SDA dan
potensi sosial budaya)
3) Pengembangan
kecakapan dilakukan secara nyata sebagai dasar sektor usaha kecil
atau industry rumah tangga
4) Pengembangan
kecakapan berdasarkan pada peningkatan kompetensi keterampilan peserta didik
untuk berusaha dan bekerja sehingga tidak terlalu teoritik namun lebih bersifat
aplikatif operasional
c. Strategi
Kurkulum Berbasis Kompetensi
d. Strategi Penguatan
Pendidikan Ekstrakurikuler
Pola penyelenggaran pembelajaran berorientasi life skills,
salah satunya adalah menggunakan 15 langkah, yaitu :
1. Penyiapan Diri
2. Penyiapan Lembaga
Masyarakat
3. Mengidentifikasi
Potensi Penyelenggara Program
4. Menyusun Rencana Kegiatan
Pendidikan Kecakapan Hidup
5. Menyusun Kurikulum dan
Strategi Pendidikan Kecakapan Hidup
6. Menyusun/Mengadakan
Bahan belajar
7. Menyusun Instrumen
Pemaantauan, Penilaian, dan Pendampingan
8. Melaksanakan Orientasi
Bagi Pengelola dan Narasumber
9. Melaksanakan
sosialisasi Program kepada Stakeholders
10. Melaksanakan
Pembekalan/Pembelajaran
11. Malaksanakan
Fasilitasi Pemandirian Kecakapan Hidup Peserta Didik
12. Mamantau,
Menilai dan Memfasilitasi Pelaksanaan Program
13. Menilai
Program Pendidikan Kecakapan Hidup
14. Menyusun
Laporan Pelaksanaan Program Pendidikan Kecakapan Hidup
15. Menyusun
Rencana Tindak Lanjut Program
Modul 9
Model-Model Pembelajaran Sosial
Kegiatan Belajar 1 : Model
Pembelajaran Partisipatif
Pembelajaran partisipatif pada intinya dapat diartikan
sebagai upaya pendidik untuk mengikutsertakan peserta didik dalam kegiatan
pembelajaran, yaitu : perancanaan program (program planning),
pelaksanaan program (program implementation), dan penilaian program (program
evaluation).
Ciri-ciri pembelajaran partisipatif :
a. Pendidik
menempatkan diri pada kebutuhan tidak serba mengetahui terhadap semua bahan
belajar
b. Pendidik
memainkan peran untuk membantu peserta didik dalam melakukan kegiatan pembelajaran
c. Pendidik
melakukan motivasi terhadap peserta didik untuk berpartisipasi dalam
pembelajaran
d. Pendidik
menempatkan dirinya sebagai peserta didik
e. Pendidik
bersama peserta didik saling belajar
f. Pendidik
membantu peserta didik untuk menciptakan situassi belajar yang kondusif
g. Pendidik
mengembangkan kegaitan pembelajaran berkelompok
h. Pendidik
mendorong peserta didik untuk meningkatkan semangat berprestasi
i. Pendidik
mendorong peserta didik untuk berupaya memecahkanpermasalahan yang dihadapi
dalam kehidupannya.
Knowles (1977) langkah-langkah yang harus dilakukan pendidik
untuk membantu peserta didik dalam menumbuhkan dan mengembangkan situasi
kegiatab dapat dilakukan dengan :
1. Membantu
peserta didik menciptakan iklim belajar
2. Membantu
peserta didik dalam menyusun kelpmpok belajar
3. Membantu
peserta didik dalam mendiagnosis belajar
4. Membantu
peserta didik dalam menyusun tujuan belajar
5. Membantu
peserta didik dalam merancang pengalaman belajar
6. Membantu
peserta didik dalam melakukan kegiatan pembelajaran
7. Membantu
peserta didik dalam penilaian hasil, proses dan pengaruh kegiatan pembelajaran
Kegiatn Belajar 2 : Model Pendekatan
Pembelajaran Kontekstual
Dalam menyiapkan anak untuk bersosialisasi di masyarakat,
sejak dini anak harus sudah megenal lingkungan keidupannya. Model pembelajaran
kontekstual merupakan upaya pendidik untuk menghubungkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta
didik melakukan hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan meraka.
Dalam penerapan pembelajaran kontekstual dilandasi aliran
konstruktivisme yaitu yang menekankan pada pengalaman langsung peserta didik
sebagai kunci dalam pembelajaran.
Pembelajaran kontekstual memiliki perbedaan dengan
pembelaaran konvensional, tekanan perbedaannya yaitu pembelajaran konstekstual
lebih bersifat student centered dengan proses pembelajarannya
berlangsung alamiah dalam membentuk kegiatan peserta didik bekerja dan
mengalami. Sedangkan pembelajaran konvensional lebih cenderung teacher
centered, yang dalam proses pembelajarannya siswa lebih banyak menerima
informasi bersifat abstrak dan teoritis.
Dalam penerapan pembelajaran kontekstual di kelas, tidak
terlepas harus memperhatikan komponen-komponen sebagai acuan utamanya, yaitu :
a. konstruktivisme
(construktivisme)
b. Pecarian (Inqury)
c. Bertanya (Questioning)
d. Masyarakat Belajar (Learning
Community)
e. Pemodelan (Modeling)
f. Refleksi (Reflection)
g. Penilaian yang
sebenarnya (Authentic Assesment)
Kegiatan belajar 3 : Model
Pembelajaran Mandiri
Menurut Knowles (1975) belajar mandiri lebih
ditekankan pada orang dewasa dengan asumsi semakin dewasa peserta didik maka :
1. Dapat mengurangi
ketergantungan pada orang lain
2. Dapat menumbuhkan
proses alamiah perkembangan jiwa
3. Dapat menumbuhkan
tanggung jawab pada peserta didik
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan belajar mandiri :
1. Terbuka terhadap
setiap kesempatan belajar
2. Memiliki konsep diri
3. Berinisiatif
4. Memiliki kecintaan
terhadap belajar
5. Kreativitas
6. Memiliki orientasi ke
masa depan
7. Memiliki ketarampilan
belajar
No comments:
Post a Comment