Monday, April 29, 2013

JENIS – JENIS ALAT PENGUMPUL DATA DALAM PTK



Jenis data yang akan dikumpulkan dan akan digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan atau ketidakberhasilan tindakan perbaikan pembelajaran yang dicobakan, dapat bersifat kualitatif, kuanrtitatif  atau kombinasi keduanya.
Jenis alat pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian tindakan kelas (PTK) harus diuraikan dengan jelas, seperti melalui pengarnatan partisipatif, pembuatan jurnal harian, observasi aktivitas di kelas, penggambaran interaksi dalam kelas (analisis sosiometrik), pengukuran hasil belajar dengan berbagai prosedur assesmen, dan sebagainya.
Contoh cara pengumpulan data :
  • Data hasil belajar, diambil dengan memberikan tes kepada siswa
  • Data tentang situasi pembelajaran pada saat dilaksanakannya tindakan, diambil dengan menggunakan lemabar observasi.
  • Data tentang repleksi diri serta perubahan – perubahan yang terjadi di kelas, diambil dari jurnal yang dibuat guru.
  • Data tentang keterkaitan antara perencanaan dengan pelaksanaan pembelajaran, didapatkan dari rencana pembelajaran dan lembar observasi.
Adapun beberapa alat yang dapat dipakai untuk membantu indra manusia dalam penelitian,yaitu
  1. Observasi
  2. Interview
  3. Quesioner
  4. Tes
  5. Journal Siswa
  6. Asesment
  7. Pekerjaan Siswa
  8. Audio taping or video taping
  9. Catatan tingkah lakuksiswa (Anecdotal records)
  10. Attitude Scales (Likert Scales or Semantic Differential)
  11. Dokumentasi
Dalam kesempatan ini yang dibahas hanya beberapa alat pengumpul data yang sering digunakan dalam PTK. Adapun alat pengumpul data tersebut. Yaitu :
1.Pengamatan/Observasi
Pengamatan atau  observasi adalah proses pengambilan data dalam penelitian di mana peneliti atau pengamat melihat situasi penelitian. Observasi sangat sesuai digunakan dalam penelitian yang berhubungan denganh kondisi/interaksi belajar mengajar, tingkah laku, dan interaksi kelompok. Tipe – tipe pengamatan yaitu, pengamatan berstruktur (dengan pedoman), pengamatan tidak berstruktur (tidak menggunakan pedoman)
Untuk mencapai tujuan pengamatan, diperlukan adanya pedoman pengamatan. Pengamatan sebagai alat pengumpul data ada kecenderungan terpengaruh oleh pengamat/observe sehingga hasil pengamatan tidak obyektif biasanya disebut dengan hallo efek (kesan yang dibentuk oleh pengamat). Untuk menghindari pengaruh ini digunakan dua atau tiga pengamat yang memiliki latar belakang keilmuan yang serupa.
2.Prosedur Observasi
a.Beberapa Pendekatan
Sebagaimana telah diisyaratkan sebelumnya, berhubung dengan sifatnya yang sangat teknis maka paparan yang lebih rinci mengenai prosedur observasi dalam PTK dibahas secara tersendiri dalam bagian ini. Dalam hubungan ini, sebagai pengtantar dibahas berbagai sudut pandang yang dapat digunakan dalam menetapkan pilihan prosedur observasi yang akan digunakan dalam sesuatu siklus PTK. Dilanjutkan dengan langkah – langkah observasi serta teknik – teknik yang dapat dipilih.
Adasejumlah kriteria yang dapat digunakan dalam memilih teknik observasi yang akan digunakan untuk sesuatu siklus tindakan perbaikan dalam rangka PTK. Adapun kriteria – kriteria yang dimaksud adalah (a) jenis data yang diperlukan dalam rangka implementasi sesuatu siklus tindakan perbaikan, (b) indicator – indicator yang relevan yang termanifestasikan dalam bentuk tingkah laku guru dan siswa (c) Prosedur perekaman data yang paling sesuai. Dan (d) pemanfaatan data dalam analisis dan refleksi.
Lebih jauh pencermatan beberapa pendekatan observasi berikut dapat berfungsi lebih mengarahkan pilihan prosedur observasi yang paling sesuai untuk keperluan yang sedang dihadapi.
1).Interpretasi
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya. Kadar interprestasi dalam observasi dapat direntang mulai dari yang bersifat  sepenuhnya mekanistik tanpa interpretasi
Sehingga dinamakan low – inference observation seperi dikembangkan oleh Flanders (1970). Rekaman data hasil observasi yang serupa ini akan berbentuk tanda cacah (tallies) untuk masing – masing kategori amatan, dalam hubungan ini yang terdiri dari (i)teacher talk, (ii) pupil talk, dan (iii) silence/confusion. Meskipun memang ada kemanfaatannya, khususnya untuk memetakan kecenderungan pendominasian diskursis  (discourses) dalam interaksi pembelajaran, namun akan banyak juga sisi – sisi kajian lain yang tidaka kan tersentuh dengan prosedur observasi seruoa ini, misalnya yang berkenaan dengan mutu keputusan  dan/atau tindakan profesionala guru dalam pengelolaan interaksi pembelajaran. Sebaliknya, untuk keperluan yang terakhir ini, diperlukan high-inference observation, yaitu suatu observasi yang mempersyaratkan penafsiran teknis secara langsung dan cepat (instaneous interpretation) dalam perekaman data hasil observasi.
Dengan kata lain fakta yang direkam dalamobservasi itu lansung diinterpretasikan dengan kerangka piker tertentu, misalnya yang diartikulasikan sebagai asas – asas pembelajaran siswa aktif (Learner-centered instruction).Ini berarti bahwa apa yang dikatakan, atau tidak dikatakan, apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh guru dan/atau siswa diberi makna yang khas dan unuk dalam mengobservasi sesuatu episode pembelajaran.
2).Fokus
Dari segi titik tujuan observasi dapat dibedakan dari prosedur yang tidak secara a-priori menetapkan titik tujuan kecuali kehendak untuk memotret kesan umum tentang implementasi pendekatan pembelajaran siswa aktif  sebagaimana telah dikemukakan dalam butir sebelumnya. Di pihak lain sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Adapula observasi yang sebelum pelaksanaannnya telah menetapkan titik –titik tujuan tertentu. Misalnya mengenai dominasi guru dalam diskursis pembelajaran atu kadar tuntutan intelektual  pertanyaan –pertanyaan yang diajukan guru (Low cognitive Level vs high cognitive Level). Ini berarti bahwa, dengan penetapan focus yang dimaksud perhatian pengamat terutama akan dibatasi pada titik incar yang telah ditetapkan itu. Di pihak lain ini tentu tidak dapat diartikan bahwa pengamat akan secara kaku menutup mata dan telinga  dari kejadian – kejadian di luar focus, yang justru dianggap memiliki makna dan/atau implikasi penting berkaitan dengan tindakan perbaikan yang tengah digelar.
Pada sisi lain, memang ada saatnya diperlukan observasi yang bersifat terbuka (open – ended). Tindakan perbaikan yang memasang prakarsa dan kreativitas siswa (atau guru) sebagi salah satu tujuannya akamn mempersyaratkan observasi yang lebih bersifat terbuka itu. Sebaliknya, penstrukturan yang terlalu dini dan atau kaku, akan gagal menjaring indicator –indikator yang berkenaan dengan prakarsa serta kreativitas siswa (atau guru) yang dimaksud.
3).Pelaksana
Sebagaimana telah dikemukakakn, pada dasarnya  dalam konteks PTK guru yang merupakan actor tindakan adalah juga pengamat PTK. Meskipun kerja lama kesejawatan akan dapat sangat membantu produktivitas pengumpilan data dan, pada gilirannya, effektivitas PTK sebagai suatu bentuk perbaikan yang menjanjikan dampak positif yang berkelanjutan.
Meskipun memang dapat juga merupakan permasalahan yang dapat muncul dalam konteks dimana ada rekan sejawat yang menyediakan diri untuk berfungsi sebagai pengamat. Namun permasalahan cakupan dan obyektivitas merupakan titik –titik rawan apabila observasi juga harus dilakukan oleh guru sebagai actor PTK.
Salah satu format yang merupakan  modifikassi catatan lapangan. (field notes) yang dapat dimanfaatkan oleh guru yang merangkap fungsi sebagai pelaku tindakan perbaikan dan pengamat dengan hasil yang menjanjikan adalah Jurnal Harian. Pada dasarnya, jurnal harian yang produktif adalah yang mengandung 4 komponen yaitu (i) identifikasi konteks observasi. (ii) informasi factual yang menonjol dalam sesuatu periode observasi. (iii) makna dari informasi faktual tersebut dalam konteks di mana ia teramati. dan (iv) implikasi dari fakta dan makna yang dimaksud dalam butir ii dan iii dalam kerangka piker tindakan perbaikan yang tengah digetar.
Dengan dokumentasi rekaman yang sistematis mulai dari konteks fakta, makna beserta implikasinya dalam sesuatu kerangka piker tertentu itu, maka proses refleksi akan terfasilitasi secara efektif dan effisien karena berhasil memanfaatkan data yang baiak cakupan maupun obyektifitas serta pemaknaannya cukup memadai.
4).Tujuan
Dalam penelitian formal, observasi dilakukan untuk  mengumpulkan data yang sahib dan handal (valid dan reliable)yang dapat digunakan sebagai bahan dalam menjawab pertanyaan –pertanyaan penelitian, termasuk yang dikemas dalam bentuk  hipotesis – hipotesis. Sebaliknya, dalam PTK obsevasi dilakukan terutama untuk memantau proses dan dampak pembelajaran yang diperlukan untuk dapat menata langkah – langkah perbaikan atas prakarsa sendiri ini sudah ditekankan dalam konteks observasi kesejawatan (peer observation, peer supervision) yang telah dikemukakan sebelumnya. Akhirnya, yang jelas – jelas dan tegas – tegas harus dihindari dalam konteks PTK adalah observasi yang dalam pelaksanaannya terpusatkan pada pengungkapan kekurangan dan/atau kesalahan guru yang berfungsi sebagai actor tindakan perbaikan. Jelasnya observasi yang dalam praktek pelaksanaannya hanya terfokus pada kekurangan dan kesalahan guru itu akan berdampak merugikan misi PTK. Sebab informasi balikan  yang dihasilkannya akan dihadapai dengan sikap bermusuhan dan ketertutupan.
5).Alat bantu rekam
Dari segi alat bantu rekam yang digunakan ragam prosedur observasi dapat direntang dari yang nyaris tidak menggunakan alat bantu rekam kecuali selembar kertas kosong, sampai dengan yang menggunakan alat rekam pandang dengar yaitu kamera video yang dapat merekam peristiwa secara relative original. Dalam banyak hal, penggunaan berbagai alat bantu rekam yang canggih itu memang sangat menggoda, dan untuk keperluan – keperluan tertentu. Memang menjanjikan kemanfaatan yang nyata dalam bentuk kelengkapan rekaman.
Namun disamping berbagai keuntungan yang dijanjikannya, penggunaan alat bantu rekam dalam konteks PTK juga perlu dipertimbangkan dari segi kelaikannya (feasibility). Artinya, hasil rekaman yang sangat lengkap dengan alat bantu rekam yang canggih itu, tidak akan termanfaatkan secara maksimal apabila untuk keperluan tayang ulang (replay) diperlukan persiapan dan/atau perlengkapan yang memakan waktu untuk menggelarnya. Belum lagi apabila juga diperhitungkan investasi yang diperlukan atau gangguan (intusion) yang diakibatkan dalam penggunaannya.
7).Sasaran Observasi
Dalam PTK, observasi dipusatkan baik kepada proses maupun hasil (interim) tindakan pembelajaran beserta segala peristiwa yang melingkupinya. Sebagaimana telah dikemukakan, sama seperti pada tindakan pembelajaran yang dilaksanakan secara rutin. Pada saat dilaksanakannya suatu tindakan.secara bersamaan juga dilakukan pengamatan tentang segala sesuatu yang terjadidan tidak terjadi selama proses pembelajaran berlangsung. Selanjutnya,sebagaimana halnya dalam tindakan pembelajaran umumnya, data yang diperoleh dari observasi itu langsung diinterpretasikan maknanaya dalam kerangka piker tindakan perbaikan yang telah direncanakan sebagaimana telah dikemukakan di atas. Pada gilirannya, data dan interpretasi hasil observasi tersebut dijadikan sebagai masukan dalam rangka pelaksanaan retleksi.
b.Pilihan Prosedur Observasi
Dengan menggunakan kombinasi dari berbagai sudut pandang di atas sebagai rujukan, dapat dibedakan adanya 4 metode observasi yaitu observasi terbuka, observasi terfokus, observasi terstruktur dan observasi sistematik. Namun segera perlu ditambahkan bahwa derajat kebaikan dari metode – metode observasi tersebut dalam konteks PTK, terlebih – lebih apabila guru bertindak sebagai actor tunggal pelaksana PTK, tentu saja berbeda – beda. Oleh karena itu, para pelaksana  PTK perlu secara jeli dan tentu saja berbeda – beda. Oleh karena itu, para pelaksana PTK perlu secara jeli dan kreatif memodifikasi metode – metode observasi yang dimaksud sehingga sejauh mungkin memenuhi harapan baiak dari segi mutu data yang dapat dihasilkannya, maupun dari segi kelaikan implementasinya.
1).Observasi Terbuka
Sebagaimana disarankan oleh namanya,observasi terbuka dapat secara harfiah dimulai dengan suatu halaman kosong, sehingga pengamat harus berimprovisaas dalam merekam “tonggak – tonggak penting” dalam pengggelaran proses pembelajaran dalam rangka implementasi tindakan perbaikan.Tujuannya adalah agar pengamat dapat merekonstruksi proses implementasi tindakan perbaikan yang dimaksud dalam diskusi balikan. Varian yang lain yang sebenarnya telah mulai menampilkan struktur adalah dengan penggunaan kategori – kategori besar (broad categories) sasaran amatan yang secara komprehensif mencakup berbagai tindakan pembelajaran.
2).Observasi terfokus
Observasi terfokus adalah observasi yang secara cukup spesifik diarahkan kepada sesuatu aspek tindakan guru atau siswa dalam proses pembelajaran. Salah satu contoh kemungkinan fokusa amatan adalah dimensi – dimensi dari strategi bertanya yang dalam sesuatu episode pembelajaran.
3).Observasi terstruktur
Observasi Terstruktur adalah ditandai dengan perekaman data yang relative sederhana, berhubung dengan telah tersediakannya format yang relatif rinci. Sebagai contoh dapat dikemukakan teknik bertanya yang digelar oleh guru dalam sesuatu episode pembelajaran, seperti (i) penyebaran pertanyaan kepada sebanyak mungkin siswa, (ii) jenis respons siswa karena ditunjuk atau mengajukan diri di samping (iii) respon guru terhadap jawaban siswa langsung ditangaani sendiri aatau dilemparkan kepada siswa lain. Dengan format rekaman yang relative rinci pengamat tinggal membubuhkan tanda cacah (tallies) atau tanda – tanda lain sehingga gejala yang diamati terpetakan secara rapi
4).Observasi Sistematik
Dalam observasi sistematik pengkategorian kemungkinana bentuk dan jenis amatan distrukturkan secara lebih rinci lagi. Salah satu contoh dari observasi sistematik yang telah diketahui secara meluaas adalah format FIAC (Flanders’ Interaction Analysys Categories) yang memperkenalakan 3 kategori besar yaitu (i) teacher talk  (ii) pupil talk, dan (iii) silence
c.Langkah – langkah Observasi
Dalam hal pelaksanaan PTK dilakukan secara kolaboratif, maka pelaksanaan observasi perlu dilakukan  dalam 3 fase kegiatan yaitu (i) pertemuan perencanaan, (ii) Pelaksanaan observasi kelas, dan (iii) Pembahasan balikan. Berikut dijelaskan secara lebih rinci hal – hal yang berkaitan dengan observasi interpretasi dalam rangka penyelenggaraan PTK secara kolaboratif tersebut.
1).Pertemuan Perencanaan
Dalam menyusun rencana observasi perlu diadakan pertemuan bersama untuk menentukan urutan kegiatan observasi dan menyamakan persepsi antara observer (pengamat) dan observee (yang diamati) mengenai focus. Kriteria atau kerangka piker interpretasi di samping teknik observasi termasuk perekaman hasil observasi yang akan digunakan. Bila kesamaan pandang telah tercapai, maka di satu pihak keinginan masing – masing  dapat dipenuhi sedangkan di pihak lain kekakuan dalam mengobservasi  dapat di kurangi kondisi kerja  seperti ini dapat menghemat waktu ayng di gunakan dalam melaksanakan observasi di kelas dalam mendiskusikan balikan dan dalam melakukan refleksi serta dalam menyusun rencana tindak lanjut, apabila diperlukan.
2).Penetapan focus Observasi
Fokus Observasi adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran tujuan dalam pelaksanaan observasi. Dalam rangka PTK, focus observasi dibatasi pada sasaran – sasaran tertentu yang diprioritaskan dalam kerangka piker tindakan perbaiakan yang tengah di gelar dalam sesuatu siklus PTK. Berhubung dengan hakekatnya yang khas, maka ada 3 catatan yang perlu diingat dalam pelaksanaan observasi dalam rangka PTK, yaitu :
  • Actor tindakan perbaikan adalah juga pelaku utama pelaksanaan  observasi, dengan resiko bahwa cakupan  wilayah observasinya kemungkinan akan lebih terbatas, dibandingkan dengan apabila ada mitra yang dapat memberikan bantuan,
  • Sebagaimana telah ditekankan sebelumnya, kehadiran pengamat mitra berperan melengkapi amatan dari pelaksana tindakan  perbaikan, bukan menggantikannya, dan
  • Sebagai pengamat, mitra tetap berfungsi sebagai pengamat, bukan sebagai supervisor penuh atau paling banyak sebagai peer supervisor.
3).Kriteria Observasi
Kriteria yang digunakan dalam pelaksanaan observasi adalah kerangka pikit yang digunakan dalam menafsirkan makna dari berbagai fakta yang terekam sebagai indicator dari berbagai gejala yang diharapkan terjadi sebagai perwujudan dari proses atau dampak  dari tindakan perbaikan yang diimplementasikan. Kerangka piker tersebut dapat lebih bersifat kuantitatif seperti misalnya dalam bentuk frekuensi pertanyaan yang diajukan siswa dalam sesuatu kurun waktu tertentu. Sebaliknya, kerangka piker tersebut dapat juga lebih menampilkan sifat kualitataif seperti berkenaan dengan sifat dan/atau tujuan pertanyaan yang diajukan itu (pertanyaan factual atau pertanyaan analitik, pertanyaan evaluatif dan pertanyaan – pertanyaan yang menuntut pengerahan proses kognitif tingkat tinggi lainnya.
Namun yang lebih sering dibutuhkan adalah kombinasi di antara keduanya. Yang tentu saja harus diramu secara kontekstual sesuai dengan tujuan, materi dan prosedur yang terdapat dalam scenario di satu pihak, serta sesuai pula dengan mini perbaikan dari hipotesis tindakan yang kebetulan di gelar pada saat itu. Pada gilirannya, sebagaimana telah diisyaratkan di awal bagian ini, kriteria observasi menyediakan kerangka acuan yang dapat digunakan untuk menunjau kembali berbagai aktivitas yang telah digelar sebagai perangkat tindakan perbaikan. Oleh karena itu, pengembangan kriteria observasi sekaligus juga merupakan pemetaan kerangka piker yang membingkai tindakan perbaikan.
Beberapa contoh kriteria observasi dalam rangka PTK dapat dikemukakan sebagai berikut :
a).Peningkatan proses pembelajaran, seperti :
  • Peningkatan frekuensi dan/atau kualitas pertanyaan siswa dalam interaksi  belajar – mengajar.
  • Peningkatan kerja sama antar siswa dalam pelaksanaan tugas – tugas pembelajaran
  • Peningkatan jumlah dan/atau ragam sumber belajar yang dimanfaatkan oleh siswa.
b).Peningkatan hasil belajar, seperti :
  • Peningkatan perasaan puas para siswa
  • Peningkatan perasaan ingin tabu para siswa
  • Peningkatan jumlah, jenis dan/mutu produk belajar yang dihasilkan siswa
  • Peningkatan prestasi akademik konvensional
  • Penurunan frekuensi terjadinya miskonsepsi terhadap materi belajar
c).Peningkatan keterlibatan warga sekolah dalam tindakan perbaikan, seperti :
  • Keterlibatan sejawat guru – guru lain dalam tindakan – tindakan perbaikan yang serupa
  • Dukungan pimpinan sekolah dan para orang tua siswa
  • Pemanfaatan hasil PTK oleh sejawat guru lain
3.Alat bantu observasi
Berbagai alat bantu observasi dapat digunakan untuk memfasilitasi perekaman data sesuai dengan spesifikasi yang dikehendaki. Berbagai alat bantu tersebut dapat direntang mulai dari yang paling terbuka sampai dengan yang paling terstruktur. Selain itu juga terdapat alat bantu rekam elektronik yang dapat mendokumentasikan peristiwa secara relative lengkap sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, alat bantu yang paling terbuka adalah selembar kertas kosong.
Penstrukturan awal dilakukan dengan menetapkan terlebuh dahulu focus observasi berupa pokok – pokok titik incar. Penstrukturan dapat lebih ditingkatkan dengan penggunaan checklist termasuk yang merekam data secara mekanistik tanpa interpretasi secara format RAC (Flanders’ Inter-Action Categories)
Alat bantu rekam elektronik memang menjanjikan kelengkapan dokumentasi, meskipun masih mengandung keterbatasan – keterbatasan juga. Kamera hanya mampu merekam informasi audio, sedangkan kamera video dapat merekam 2 dimensi informasi yaitu audio dan visual, meskipun masih tetap ada keterbatasan teknis seperti misalnya dari segi sudut pandang kamera.
a.Ketarampilan Mengobservasi
Dari segi keterampulan mengobservasi, tidak setiap orang yang berkeinginan, secara begitu saja terampil melakukan observasi.Ada3 keterampilan utama yang diperlukan untuk dapat melakukan observasi yang baik, yaitu :
1).Kemampuan “menunda” kesimpulan :
Ketegasan dalam penarikan kesimpulan dapat diatasi dengan selalu  “kembali” kepada focus serta tata aturan observasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengamat yang efektif merekam baik fakta yang dilihatnya dari kerangka piker tindakan perbaikan yang digelar melalui PTK.
Pengamat apakah itu guru pelaku tindakan perbaikan atau mitra pengamat harus secara eksplisit memisahkan antara fakta dengan interpretasi terhadap fakta yang dimaksud. Dengan kata lain kedua-duanya memang harus direkam, namun secara jelas diindikasikan pemilahannya. Fakta yang direkam tanpa penyorotan dari sesuatu bingkai piker, akan kehilangan maknanya sebaliknya rekaman hasil observasi yang hanya memuat interpretasi, cenderung menampilkan gambaran yang distortif (biased)
Alat bantu perekaman elektronok lebih berpeluang menghasilkan gambaran yang lebih obyektif, anamun agar benar – benar bermanfaat sebagai masukan, interpretasi yang dilabel secra jelas memang dibutuhkan. Oleh karena itu, hasil rekaman elektronik harus secepatnya ditranskripsikan dan dibubuhi catatan – catatan interpretative sesuai dengan keperluan sehingga terwujud sebagai catatan lapangan (field-notes)
Alat bantu yang lebuh sederhana yang sangat praktis namun juga cukup produktif. Sehingga cocok digunakan oleh pengamat yang juga sekaligus pelaku tindakan, adalah jurnal harian. Sebagaimana telah dikemukakan jurnal harian merupakan semacam catatan harian sehinggga dapat berfungsi sebagai rekaman pengmatan yang sangat efektif, apabila distrukturkan sedemikian sehingga mengandung (a) rekaman factual, (b) pemberian makna terhadap informasi factual yang terekam itu, dan (c) paparan mengenai implikasinya dilihat dari kerangka piker PTK yang tengah dilakukan.
2).Keterampilan dalam hubungan antar pribadi.
Khususnya apabila melibatkan mitra sebagai pengamat. Maka diperlukan pendekatan hubungan antar pribadi agar “campur tangan “ pihak luar, tidak justru menimbulkan komplikasi – komplikasi yang tidak perlu. Yang penting ditekankan adalah agar masing – masing pihak, baik yang diamati maupun yang mengamati “bertemu” dalam arena denagan maksud untuk saling membantu dalam belajar.
3).Kemampuan teknis
Untuk menungkatkan produktivitas, diperlukan kemampuan teknis di pihak pengamat untuk menjadwal. Memilih “sample peristiwa” serta instrumentasi (protokol, checklist dan format – format perekaman data lain) yang paling tepat secara kontekstual sesuai dengan sosok dalam perbaikan yang bersangkutan yang akan digunakan untuk mengumpulkan informasi melalui pengamatan.
4).Pelaksanaan Observasi
Pada waktu observasi dilakukan, observer mengamati proses belajaran dan mengumpulkan data mengenai segala sesuatu yang terjadi pada proses pembelajaran tersebut, baiak yang terjadi pada guru maupun situasi kelas.Perlu diingat bahwa observer hanya mencatat yang dilihat dan didengar bukan memberikan penilaian atau mengganggu. Untuk menghilangkan ketegangan guru selama diobservasi, pada akhir observasi dilakukan diskusi yang bersifat positif selama 5 atau 10 menit. Observer sebaliknya juga memberikan salinan catatan observasi kepada guru yang diobservasi.
5).Diskusi Balikan
Sebagaiman telah dikemukakan diskusi balaikan harus dilaksanakan dalam situasi yang tidak menakutkan melainkan saling mendukung (mutually supportive) serta didasarkan pada informasi yang diperoleh selama observasi.penentuan serta penetapan target dilakukan berdasarkan pembahasan yang terjadi dalam diskusi balikan. Target – target yang ditetapkan itu hanya bersifat realistis dalam arti balik untuk dicapi dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Pada gilirannya, rencana tindakan untuk pengembanagan berikutnya juga disusun dengan bertolak dari diskusi balikan dimana segala sesuatu yang terjadi dan tidak terjadi selama implementasi tindakan perbaikan itu direfleksikan.  Secara visual ketiga fase observasi kelas dapat digambarakan sebagai berikut :

7).Perencanaan Tindak Lanjut
Sebagaimana telah dikemukakan, dalam diskusi balikan apabila diperlukan, ditetapkan sasaran – sasaran baru perbaikan. Pada gilirannya sasaran – sasaran baru perbaikan tersebut merupakan titik tolak untuk perancangan tindakan perbaikan untuk siklus berikutnya atau apabila sesuatu tujuan perbaikan telah dinilai tercapai secara cukup memuaskan, terbuka peluang untuk mengidentifikasi permasalahan – permasalahan baru yang memerlukan pengatasan melalui PTK.
Dengan daur kegiatan PTK seperti ini, maka akan terpiculah mekanisme perbaikan yang berkelanjutan.
Wawancara
Salah satu cara untuk mengumpulkan data ialah dengan jalan mengajukan pertanyaan – pertanyaan kepada subyek penelitian.Instrumen ini digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai fakta, keyakinan, perasaan, niat, dsb.Adabeberapa jenis pertanyaan lisan yaitu wawancara.
Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara lisan kepada subyek yang diteliti. Wawancara memilki sifat yang luwes, pertanyaan yang diberikan dapat disesuaikan dengan subyek, sehingga segala sesuatu yang ingin diungkap dapat digali dengan baik.Adadua jenis wawancara berstruktur dan tidak berstruktur. Dalam wawancara berstruktur, pertanyaan dan alternative jawaban yang diberikan kepada subyek telah ditetapkan terlebih dahulu oleh pewawancara.
Wawancara tidak berstruktur bersifat informal. Pertanyaan tentang pandangan, sikap, keyakinan subyek, atau keterangan lainnya dapat diajukan secara bebas kepada subyek.
1.Kuesioner
Kontak langsung dengan para subyek yang diperlukan dalam wawancara memakan waktu yang lama, tenaga, dan biayanya. Banyak informasi yang dapat dikumpulkan dengan perantaraan daftar pertanyaan tertulis yang diberikan kepada subyek yang diteliti. Kuesioner ada dua macam kuesioner berstruktur atau bentuk tertutup dan kuesioner tidak berstruktur atau terbuka. Kuesioner berstruktur berisi pertanyan yang disertai dengan pilihan jawaban. Kuesioner tak berstruktur pertanyaan tidak disertai dengan jawaban.
2.Tes
Tes merupakan alat pengukur data yang berharga dalam penelitian. Tes ialah seperangkat rangsangan (stimuli) yang di berikan kepada seseorang dengan maksud untuk mendapatkan jawaban – jawaban yang dijadikan penetapan skor angka. Adapun jenis tes dalam penelitian adalah tes prestasi belajar, dan tes kecerdasan.
3.Daftar inventori kepribadian
Adabeberapa jenis ukuran kepribadian, masing – masing mencerminkan sudut pandang yang berbeda – beda. Peneliti harus mengetahui secara tepat lebih dulu apa yang ingin diukurnya baru kemudaian memilih instrument. Tiga jenis ukuran kepribadian yang paling abanyak dipakai adalah daftar inventori, skala penilaian, dan teknik proyektif.
a.Daftar inventori
Daftar Inventori adalah daftar pertanyaan yang menggambarkan pola – pola tingkah laku dan mereka diminta untuk menunjukkkan apakah tiapa – tiap pernyataan merupakan ciri tingkah laku mereka dengan jalan memberi tanda cek pada jawaban ya, tidak atau tidak tahu. Skor diperoleh dengan menjumlahkan jawaban yang sesuai dengan sifat yang sedang diukur.
b.Skala Penilaian
Skala penilaian merupakan alat penilaian yang memerlukan penilaian yang bdilakukan oleh seseorang terhadap tingkah laku atau penampilan orang lain. Penilaitinggal memberikan nilai pada suatu kontimum(rangkaian satuan) atau suatu kategori yang menggambarkan cirri tingkah laku orang yang dinilai. Jenis skala penilaian ada dua, yaitu skala grafis dan skala kategori.
c.Teknis Proyeksi
Teknik Proyeksi adalah ukuran yang dilakaukan dengan jalan meminta seseorang memberikan respon kepada suatu stimulus yang ambigu atau yang tak tersusun. Teknik ini disebut proyeksi karena seseorang diharapkan memroyeksikan kebutuhan, keinginan, ketakutan, kecemasannya sendiri dalam stimulus tersebut. Berdasarkan penafsiran dan tanggapan subyek, peneliti mencoba menyusun suatu gambaran menyeluruh tentang struktur kepribadian seseorang. Contoh tes Appersepsi Tematik (TAT). Tes Rorsharch yang menggunakan noda tinta.
Skala
Skala adalah seperangkat nilai angka yang ditetapkan kepada subyek, obyek, atau tingakah laku denga tujuan mengukur sifat. Skala ini biasa digunakan untuk mengukur sikap, nilai – nilai, dan minat. Skala ini digunakan untuk mengukur seberapa jauh seseorang memiliki ciri yang ingin diteliti. Skala ini memiliki (skala Thurstone), summated scale (skal Guttmjan), dan semantic differential scale.
Skala Likert
Skala Likert, skala jenis ini merupakan sejumlah pernyataan positif dan negative mengenai suatu obyek sikap. Dalam memberikan respon terhadap pernyataan dalam skala ini, subyek menunjukkan sangat setuju, setuju, tidak mempunyai pilihan, tidak setuju, atau sangat tidak setuju. Contoh Pendidikan Luar Biasa hendaknya dipisahkan dengan pendidikan untuk anak normal. Sangat setuju (2), setuju (1), tidak mempunyai pilihan (0), tidak setuju (-1), dan sangat tidak setuju (2)
Skala Thurstone.
Thurstone mengembangkan suatu metode untuk menentukan nilai skala tertentu pada hala – hal yang mewakili berbagai tingkat sikap yang menyenagkan. Skala yang dikembangkan oleh Thurstone ada 11 dari menyenagkan, netral sampai tidak menyenagkan.
Skala Guttman.
Teknik kumulatif timbul karena memberikan kritikan pada skala sikap Thurrstone dan skal likert mengatakan bahwa skala – skala tersebut memuat pernyataan – pernyataan heterogen mengenai berbagai dimensi obyek sikap. Guttman mengembangkan suatu teknik untuk mengatasi masalah ini dengan menggolongkan skala berdimensi tunggal, bermaksud menetapkan apakag sikap yang sedang diselidiki benar – benar hanya menyangkut asatu dimensi. Suatu sikap dianggap berdimensi tunggal kalau sikap itu menghasilkan skala yang kumulatif, yaitu skala yang butir – butirnya berkaitan satu sama lain sedemikian rupa sehingga seorang subyek yang setuju dengan pernyataan nomor 2,akan merasa setuju dengan nomor 1. Contoh reponden diminta setuju atau tidak setuju.
  1. Manfaat POMG sepadan dengan waktu yang dihabiskan untuk organisasi;
  2. POMG mempunyai pengaruh besar guna meningkatkan peranan sekolah;
  3. POMG adalah organisasi yang paling penting di Indonesia guna meningkatkan peranan sekolah

Apabila ini adalah skala kumulatif, maka seharusnya dapat disusun semua tanggapan responden ke dalam pola seperti pada table diatas. Dengan demikian jika skor seseorang diketahui, maka seharusnya kita dapat mengatakan dengan tepat pertanyaan – pertanyaan mana yang di setujui oleh subyek itu.Misal, semua responden mempunyai skor 2, yaitu percaya bahwa manfaat POMG sepadan dengan waktu yang dihabiskan untuk organisasai dan POMG mempunyai pengaruh dengan waktu yang dihabiskan untuk organisasai dan POMG mempunyai pengaruh besar dalam meningkatkan peranan sekolah, namun tidak percaya  POMG adalah organisasai yang paling penting di Indonesia untuk meningkatkan peranan sekolah.
Subyek dapat dirangking berdasarkan tanggapan mereka terhadap skala itu. Oleh karena itu peneliti harus membentuk pernyataan – pernyataaan tertentu. Kemudian pola tanggapan yang sebenarnya diteliti dan diukur, sejauh mana tanggapan itu dapat direproduksi dari skor keseluruhan. Salah satu cara yang di lakukan adalah membagi jumlah total kesalahan dengan jumlah total tanggapan dan hasilnya dipakai untuk mengurangi angka satu, sehingga diperoleh koefisien reproduksibilitas. Guttman  menyarankan nilai 0,90 sebagai membentuk skala berdimensi tunggal (Komulatif)
Semantic defferential scala (skala perbedaan makna)
Pendekatan lain untuk mengukur sikap terhadap obyek, subyek dan kejadian adalah skala perbedaan makna. Skala ini dikembangkan oleh Osgood, Suci, dan Tannenbaum. Skala ini di dasarkan pada pandangan bahwa obyek itu mempunyai dua macam makna bagi seseorang, yaitu magna denotative dan konotatif, yang dapat dinilai sendiri – sendiri. Magna denotatif suatu subyek dapat dengan mudah dinyatakan, namun tidak begitu dengan magna konotatif. Suatu subyek secara tidak lansung, yaitu dengan menggunakan sejumlah kata – kata sifat yang mempunyai dua kutub (bipolar) dan meminta beberapa orang untuk menilai obyek itu dengan berpedoman pada kata – kata sifat. Osgood menggunakan skala ini atas tujuh titik dengan angka 0 sebagai titik tengahnya ke atas sampai + 3 dan ke bawah – 3 untuk menilai sikap.

Dengan mengetahui penilai para subyek terhadap suatu obyek, peneliti dapat menetapkan adalah sikap masing – masing terhadap obyek tersebut positif atau negative. Skor sikap seorang responden dapat dibandingkan dengan sikap umum terhadap obyek itu oleh suatu kelompok yang ditunjuk. Dapat juga sampai skor sikap responden denga jalan membandingkan sikap sejumlah orang terhadap obyek tersebut, dan dengan membandingkan pola penilaian mereka dengan pola penilaian orang lain.
Osgood dkk membagi menjadi tiga kelompok kata sifat yaitu,
  1. Evaluatif; terdiri dari baik – buruk, bersih – kotor
  2. Potensi; terdiri kuat – lemah, besar – kecil, dan
  3. Aktivitas; terdiri aktif – pasif, cepat – lambat.

Psikologi Tumbuh Kembang Anak Dan Aneka Gangguannya


Dr. Gitayanti Hadisukanto, Sp.Kj (K)
Tumbuh-kembang anak dipengaruhi banyak faktor, baik genetis maupun lingkungan. Oleh sebab itu, banyak hal yang harus diwaspadai demi berhasilnya tumbuh-kembang buah hati Anda. Tumbuh-kembang anak merupakan interaksi dinamik antara nature dan nurture. Nature adalah cetak biru genetik (genetic blue print) yang menentukan kondisi dan ciri-ciri fisik serta temperamen seseorang sejak dilahirkan: apakah ia berkulit hitam atau putih, mudah sakit atau kuat, dan bertemperamen sulit atau mudah. Nurture adalah bagaimana lingkungan memperlakukan dan berespons terhadap anak: bagaimana pola asuh yang diberikan orang tua terhadap anaknya, bagaimana orang tua dan lingkungan terdekat menyikapi anak, dan kesesuaian antara temperamen anak dan orang tua. Lingkungan sangat berperan pada tumbuh-kembang anak karena anak masih sangat tergantung pada lingkungan terdekatnya, yaitu orang tua atau pengasuh utamanya.
Teori tentang kecocokan (the goodness of fit) antara temperamen anak dan orang tuanya pernah dikemukakan Stella Chess dan Alexander Thomas. Anak dengan temperamen sulit, namun orang tuanya bersikap bijak akan membentuk pola perilaku anak yang lebih adaptif. Sebaliknya, anak dengan temperamen mudah, namun mempunyai orang tua yang berkepribadian kaku, pemarah dan tak konsisten, akan menimbulkan konflik pada anak yang membentuk perilaku kurang adaptif (maladaptif).
Secara garis besar perkembangan anak dari usia 0—18 tahun dibagi menjadi 4 fase perkembangan, yaitu fase bayi, fase pra-sekolah, fase sekolah dan fase remaja. Setiap fase perkembangan mempunyai tugas dan kebutuhan perkembangan yang khas. Lingkungan akan menentukan apakah seorang anak pada fase perkembangan tertentu mampu untuk beradaptasi dan mencapai tumbuh kembang yang baik, ataukah mengalami maladaptasi sehingga memunculkan gangguan: fisik, emosi, perilaku, dan kognitif. Berikut tabel tentang tugas dan kebutuhan perkembangan anak menurut fase perkembangan, bagaimana lingkungan berespons terhadap anak, dan dampaknya terhadap kemampuan adaptif anak.
FASE BAYI (0 – 2 TAHUN)
KEMAMPUAN ANAK ADAPTIF
  • Keseimbangan regulasi internal: makan, tidur, terjaga, responsivitas
  • Respons afektif dan interaksif dengan pengasuh
  • Kemampuan sensorik & motorik berkembang & bertujuan: mengenali dan membedakan orang, benda, dan gerak
LINGKUNGAN ADAPTIF
  • Sikap terlibat menyenangkan, penuh harapan, dedikasi, sayang, melindungi
  • Merangsang interaksi
  • Responsif, sensitif terhadap signal-signal komunikasi anak
TUGAS & KEBUTUHAN PERKEMBANGAN
  • Diferensiasi sensorimotor
  • Ketergantungan, kebutuhan rasa aman dan nyaman
  • Attachment dan pengenalan timbal balik dengan orang tua
LINGKUNGAN MALADAPTIF
  • Kacau, berbahaya, kekerasan (abusive)
  • Interaksi yang dingin, jauh, ambivalen, penuh permusuhan/ kemarahan
  • Tidak komunikatif, tak sensitif, salah mengartikan signalsignal komunikasi anak
KEMAMPUAN ANAK MALADAPTIF
  • Regulasi internal kacau: makan, tidur, terjaga tak menentu, mudah terangsang berlebihan
  • Apatis, menarik diri
  • Tak ada keterlibatan/ respons afektif dan motorik terhadap orang lain Kemampuan sensorik tak harmonis
Kemungkinan gangguan yang mulai muncul pada fase perkembangan 0—2 tahun: gangguan makan, gangguan regulasi, gangguan autistik (gangguan perkembangan pervasif ), gangguan kelekatan reaktif, dan depresi pada anak.
FASE Pra Sekolah 2—6 TAHUN
KEMAMPUAN ANAK ADAPTIF
  • Kemampuan sensorik & motorik kompleks, terintegrasi dan inovatif
  • Keras kepala, oposisional
  • Banyak bertanya, banyak ide & fantasi
  • Perhatian besar pada dunia dongeng
  • Bermain simbolikimitatis (pretend play)
  • Interaksi afektif, interpersonal meningkat
  • Bermain, melakukan kegiatan bersama masih terbatas
LINGKUNGAN ADAPTIF
  • Menghargai otonomi dan kemandirian anak
  • Toleran, tegas namun suportif
  • Kesiapan emosional menghadapi fluktuasi progresiregresi anak
  • Membantu anak menghadapi bahwa ada realitas ‘law & order’ dalam kehidupan
TUGAS & KEBUTUHAN PERKEMBANGAN
  • Meningkatkan koordinasi, integrasi, diferensiasi sensomotorik
  • Mengembangkan otonomi & inisiatif
  • Mengembangkan diferensiasi representasi simbolik obyek dan peristiwa (bahasa, imajinasi, fantasi)
  • Egosentrik
LINGKUNGAN MALADAPTIF
  • Terlalu intrusif, mengatur, melarang, mengekang, inkonsisten, menghukum
  • Terlalu menuntut anak melampaui kemampuannya
  • Terlalu khawatir & takut pada otonomi anak
  • Menghambat otonomi & inisiatif anak
  • Sangat membatasi imajinasi, bermain & berhubungan dengan orang lain
KEMAMPUAN ANAK MALADAPTIF
  • Pola perilaku & emosi yang menyertai tidak sesuai, sempit, kaku, stereotipik, menarik diri, terlalu pasif, penurut
  • Kelekatan pada pengasuh, cemas berpisah
  • Hiperagresif, fluktuasi emosi yang kacau
  • Tidak komuniatif, kurang kontak dengan orang di sekitarnya
Kemungkinan gangguan yang mulai muncul pada fase perkembangan 2—6 tahun: gangguan cemas perpisahan, gangguan pemusatan perhatian dan/atau hiperaktivitas (ADHD), dan enuresis.
FASE Sekolah 6—12 TAHUN
KEMAMPUAN ANAK ADAPTIF
  • Mampu menyelesaikan tugas secara operasional dan tuntas
  • Perhatian dan daya tarik pada diferensiasi tugas/kegiatan yang lebih luas
  • Mampu membedakan imajinasi dan realitas
  • Mengagumi idola di luar orang tua
  • Keinginan berteman (dengan sebaya)
  • Lebih mampu menunda pemuasan segera
LINGKUNGAN ADAPTIF
  • Membantu & mendorong anak memperluas diferensiasi representasi simbolik
  • Mendorong anak untuk asertif & ekspresif
  • Membantu anak memantapkan norma sosial (law & order)
  • Mendorong & membantu anak dalam berbagai ‘eksperimentasi’ sesuai fase perkembangan: keterampilan skolastik, ekstraskolastik, teknologi, hubungan interpersonal
TUGAS & KEBUTUHAN PERKEMBANGAN
  • Mengoperasikan sistem representasi simbolik yang lebih kompleks
  • Kemampuan mengerjakan sesuatu hingga tuntas (task completion ability)
  • Meningkatkan diferensiasi berbagai tugas yang berhasil karya
  • Meningkatkan hubungan interpersonal yang bermakna dan luas dengan orang lain (berkawan, berbagi)
LINGKUNGAN MALADAPTIF
  • Takut & menyangkal kebutuhan anak untuk makin mandiri, kompetitif, & memperluas kesenangan akan kegiatan bervariasi
  • Kurang menghargai prestasi anak, dingin, tak peduli
  • Inkonsisten dalam disiplin (terlalu permisif, punitif)
  • Mempertahankan ikatan simbiotik dengan orangtua
  • Melarang atau terlalu melibatkan anak dalam kompetisi
  • Tuntutan pendidikan di luar batas kemampuan anak ‘Memakai’ anak untuk kepuasan narsisistik orang tua
KEMAMPUAN ANAK MALADAPTIF
  • Tidak didapatkan pengembangan representasi simbolik
  • Kemampuan operasional tidak berkembang baik
  • Masalah dalam mengikuti pelajaran sekolah ‘Sense of self’ tidak terdiferensiasi, sempit, kaku
  • Egosentrik dalam hubungan dengan orang lain
  • Hubungan afektif dangkal, menarik diri, tidak tertarik pada hubungan sebaya : 1. Tidak tertarik pada kegiatan yang bervariasi 2. Masalah dalam kemandirian
Kemungkinan gangguan yang mulai muncul pada fase perkembangan 6—12 tahun: gangguan belajar (learning disorder), gangguan cemas, dan gangguan perilaku menentang.
FASE REMAJA  12—18 TAHUN
KEMAMPUAN ANAK ADAPTIF
  • Berpikir formal abstrak, berdasarkan hipotesis, multidimensi
  • Reflektif & sadar diri (self-awareness)
  • Temporal perpective: mantap diri tanpa dipengaruhi masa lalu Self certainty: citra diri baik, tahu relasi & limitasi dlm relasi interpersonal, solidaritas pertemanan, ingin bebas, maunya sendiri.
  • Role experimentation: aktif mencari peran, punya peer group. 1. Apprenticeship: cobacoba bekerja, magang
LINGKUNGAN ADAPTIF
  • Suportif
  • Empatik dengan kebutuhan, gejolak dan ambivalensi remaja
  • Menghargai otonomi remaja
TUGAS & KEBUTUHAN PERKEMBANGAN
  • Pembentukan identitas
  • Fase-fase Perkembangan terkulminasi pada masa ini
  • Fase penuh gejolak: ambivalensi antara kemandirian dan ketergantungan, peran seksual, identifikasi gender, peran sosial.
LINGKUNGAN MALADAPTIF
  • Mempertahankan memperlakukan remaja sebagai anak-anak
  • Sikap penuh kritik, cemooh
  • Menutup ruang komunikasi dua arah
KEMAMPUAN ANAK MALADAPTIF
  • Apatis, menarik diri Merasa tidak mampu melakukan sesuatu
  • Citra diri buruk, merasa tidak berguna & tidak pantas hidup
  • Sikap curiga, dunia terlalu berbahaya bagi dirinya
  • Menentang figur otoritas
  • Membentuk identitas dengan cara negatif
Kemungkinan gangguan yang mulai muncul pada fase perkembangan 6—12 tahun: gangguan depresi, gangguan penyalahgunaan zat, gangguan psikotik, dan gangguan perilaku (conduct disorder).

JENIS STRATEGI PEMBELAJARAN


Berikut ini disajikan beberapa metode pembelajaran yang bisa digunakan untuk  mengimpelementasikan strategi pembelajaran.
A. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah penuturan bahan pelajaran secara lisan. Metode ini senantiasa bagus bila pengunaannya betul-betul disiapkan dengan baik, didukung alat dan media serta memperhatikan batas-batas kemungkinan penggunannya. Metode ceramah merupakan metode yang sampai saat ini sering digunakan oleh setiap guru atau instruktur. Hal ini selain disebabkan oleh beberapa pertimbangan tertentu, juga adanya faktor kebiasaan baik dari guru atau pun siswa. Guru biasanya belum merasa puas manakala dalam proses pengelolaan pembelajaran tidak melakukan ceramah. Demikian juga dengan siswa, mereka akan belajar manakala ada guru yang memberikan materi pelajaran melalui ceramah, sehingga ada guru yang berceramah berarti ada proses belajar dan tidak ada guru berarti tidak ada belajar. Metode ceramah merupakan cara yang digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran ekspositori.
1. Kelebihan dan Kelemahan Metode Ceramah
Ada beberapa kelebihan sebagai alasan mengapa ceramah sering digunakan.
  • Ceramah merupakan metode yang ’murah’ dan ’mudah’ untuk dilakukan. Murah dalam arti proses ceramah tidak memerlukan peralatan-peralatan yang lengkap, berbeda dengan metode yang lain seperti demonstrasi atau peragaan. Sedangkan mudah, memang ceramah hanya mengandalkan suara guru, dengan demikian tidak terlalu memerlukan persiapan yang rumit.
  • Ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas. Artinya, materi pelajaran yang banyak dapat dirangkum atau dijelaskan pokok-pokoknya oleh guru dalam waktu yang singkat.
  • Ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu ditonjolkan. Artinya, guru dapat mengatur pokok-pokok materi yang mana yang perlu ditekankan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai.
  • Melalui ceramah, guru dapat mengontrol keadaan kelas, oleh karena sepenuhnya kelas merupakan tanggung jawab guru yang memberikan ceramah.
  • Organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur menjadi lebih sederhana. Ceramah tidak memerlukan setting kelas yang beragam, atau tidak memerlukan persiapan-persiapan yang rumit. Asal siswa dapat menempati tempat duduk untuk mendengarkan guru, maka ceramah sudah dapat dilakukan.
Di samping beberapa kelebihan di atas, ceramah juga memiliki beberapa kelemahan, di antaranya:
  • Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas pada apa yang dikuasai guru. Kelemahan ini memang kelemahan yang paling dominan, sebab apa yang diberikan guru adalah apa yang dikuasainya, sehingga apa yang dikuasai siswa pun akan tergantung pada apa yang dikuasai guru.
  • Ceramah yang tidak disertai dengan peragaan dapat mengakibatkan terjadinya verbalisme.
  • Guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik, ceramah sering dianggap sebagai metode yang membosankan. Sering terjadi, walau pun secara fisik siswa ada di dalam kelas, namun secara mental siswa sama sekali tidak mengikuti jalannya proses pembelajaran; pikirannya melayang ke mana-mana, atau siswa mengantuk, oleh karena gaya bertutur guru tidak menarik.
  • Melalui ceramah, sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa sudah mengerti apa yang dijelaskan atau belum. Walaupun ketika siswa diberi kesempatan untuk bertanya, dan tidak ada seorang pun yang bertanya, semua itu tidak menjamin siswa seluruhnya sudah paham.
2. Langkah-langkah Menggunakan Metode Ceramah
Ada tiga langkah pokok yang harus diperhatikan, yakni persiapan, pelaksanaan dan kesimpulan. Langkah-langkah tersebut diantaranya adalah:
a. Tahap Persiapan
Pada tahap ini yang harus dilakukan adalah:
  1. Merumuskan tujuan yang ingin dicapai.
  2. Menentukan pokok-pokok materi yang akan diceramahkan.
  3. Mempersiapkan alat bantu.
b. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini ada tiga langkah yang harus dilakukan:
1) Langkah Pembukaan.
Langkah pembukaan dalam metode ceramah merupakan langkah yang menentukan. Keberhasilan pelaksanaan ceramah sangat ditentukan oleh langkah ini.
2) Langkah Penyajian.
Tahap penyajian adalah tahap penyampaian materi pembelajaran dengan cara bertutur. Agar ceramah berkualitas sebagai metode pembelajaran, maka guru harus menjaga perhatian siswa agar tetap terarah pada materi pembelajaran yang sedang disampaikan.
3) Langkah Mengakhiri atau Menutup Ceramah.
Ceramah harus ditutup dengan ringkasan pokok-pokok matar agar materi pelajaran yang sudah dipahami dan dikuasai siswa tidak terbang kembali. Ciptakanlah kegiatan-kegiatan yang memungkinkan siswa tetap mengingat materi pembelajaran. Perlu diperhatikan, bahwa ceramah akan berhasil baik, bila didukung oleh metode-metode lainnya, misalnya tanya jawab, tugas, latihan dan lainlain. Metode ceramah itu wajar dilakukan bila: (a) ingin mengajarkan topik baru, (b) tidak ada sumber bahan pelajaran pada siswa, (c) menghadapi sejumlah siswa yang cukup banyak.
B. Metode Demonstrasi
Demonstrasi merupakan metode yang sangat efektif, sebab membantu siswa untuk mencari jawaban dengan usaha sendiri berdasarkan fakta atau data yang benar. Metode demonstrasi merupakan metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekadar tiruan. Sebagai metode penyajian, demonstrasi tidak terlepas dari penjelasan secara lisan oleh guru. Walaupun dalam proses demonstrasi peran siswa hanya sekadar memerhatikan, akan tetapi demonstrasi dapat menyajikan bahan pelajaran lebih konkret. Dalam strategi pembelajaran, demonstrasi dapat digunakan untuk mendukung keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori dan inkuiri.
1. Kelebihan dan Kelemahan Metode Demonstrasi
Sebagai suatu metode pembelajaran demonstrasi memiliki beberapa kelebihan, di antaranya:
  • Melalui metode demonstrasi terjadinya verbalisme akan dapat dihindari, sebab siswa disuruh langsung memperhatikan bahan pelajaran yang dijelaskan.
  • Proses pembelajaran akan lebih menarik, sebab siswa tak hanya mendengar, tetapi juga melihat peristiwa yang terjadi.
  • Dengan cara mengamati secara langsung siswa akan memiliki kesempatan untuk membandingkan antara teori dan kenyataan. Dengan demikian siswa akan lebih meyakini kebenaran materi pembelajaran.
Di samping beberapa kelebihan, metode demonstrasi juga memiliki beberapa kelemahan, di antarannya:
  • Metode demonstrasi memerlukan persiapan yang lebih matang, sebab tanpa persiapan yang memadai demonstrasi bisa gagal sehingga dapat menyebabkan metode ini tidak efektif lagi. Bahkan sering terjadi untuk menghasilkan pertunjukan suatu proses tertentu, guru harus beberapa kali mencobanya terlebih dahulu, sehingga dapat memakan waktu yang banyak.
  • Demonstrasi memerlukan peralatan, bahan-bahan, dan tempat yang memadai yang berarti penggunaan metode ini memerlukan pembiayaan yang lebih mahal dibandingkan dengan ceramah.
  • Demonstrasi memerlukan kemampuan dan keterampilan guru yang khusus, sehingga guru dituntut untuk bekerja lebih profesional. Di samping itu demonstrasi juga memerlukan kemauan dan motivasi guru yang bagus untuk keberhasilan proses pembelajaran siswa.
2. Langkah-langkah Menggunakan Metode Demonstrasi
a. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan ada beberapa hal yang harus dilakukan:
  1. Rumuskan tujuan yang harus dicapai oleh siswa setelah proses demonstrasi berakhir.
  2. Persiapkan garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan dilakukan.
  3. Lakukan uji coba demonstrasi.
b. Tahap Pelaksanaan
1) Langkah pembukaan.
Sebelum demonstrasi dilakukan ada beberapa hal yang harus diperhatikan, di antaranya:
  • Aturlah tempat duduk yang memungkinkan semua siswa dapat memperhatikan dengan jelas apa yang didemonstrasikan.
  • Kemukakan tujuan apa yang harus dicapai oleh siswa.
  • Kemukakan tugas-tugas apa yang harus dilakukan oleh siswa, misalnya siswa ditugaskan untuk mencatat hal-hal yang dianggap penting dari pelaksanaan demonstrasi.
2) Langkah pelaksanaan demonstrasi.
  • Mulailah demonstrasi dengan kegiatan-kegiatan yang merangsang siswa untuk berpikir, misalnya melalui pertanyaanpertanyaan yang mengandung teka-teki sehingga mendorong siswa untuk tertarik memperhatikan demonstrasi.
  • Ciptakan suasana yang menyejukkan dengan menghindari suasana yang menegangkan.
  • Yakinkan bahwa semua siswa mengikuti jalannya demonstrasi dengan memerhatikan reaksi seluruh siswa.
  • Berikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif memikirkan lebih lanjut sesuai dengan apa yang dilihat dari proses demonstrasi itu.
3) Langkah mengakhiri demonstrasi.
Apabila demonstrasi selesai dilakukan, proses pembelajaran perlu diakhiri dengan memberikan tugas-tugas tertentu yang ada kaitannya dengan pelaksanaan demonstrasi dan proses pencapaian tujuan pembelajaran. Hal ini diperlukan untuk meyakinkan apakah siswa memahami proses demonstrasi itu atau tidak. Selain memberikan tugas yang relevan, ada baiknya guru dan siswa melakukan evaluasi bersama tentang jalannya proses demonstrasi itu untuk perbaikan selanjutnya.
C. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan. Tujuan utama metode ini adalah untuk memecahkan suatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami pengetahuan siswa, serta untuk membuat suatu keputusan (Killen, 1998). Karena itu, diskusi bukanlah debat yang bersifat mengadu argumentasi. Diskusi lebih bersifat bertukar pengalaman untuk menentukan keputusan tertentu secara bersama-sama. Selama ini banyak guru yang merasa keberatan untuk menggunakan metode diskusi dalam proses pembelajaran. Keberatan itu biasanya timbul dari asumsi: (1) diskusi merupakan metode yang sulit diprediksi hasilnya oleh karena interaksi antar siswa muncul secara spontan, sehingga hasil dan arah diskusi sulit ditentukan; (2) diskusi biasanya memerlukan waktu yang cukup panjang, padahal waktu pembelajaran di dalam kelas sangat terbatas, sehingga keterbatasan itu tidak mungkin dapat menghasilkan sesuatu secara tuntas. Sebenarnya hal ini tidak perlu dirisaukan oleh guru. Sebab, dengan perencanaan dan persiapan yang matang kejadian semacam itu bisa dihindari.
Dilihat dari pengorganisasian materi pembelajaran, ada perbedaan yang sangat prinsip dibandingkan dengan metode sebelumnya, yaitu ceramah dan demonstrasi. Kalau metode ceramah dan demonstrasi materi pelajaran sudah diorganisir sedemikian rupa sehingga guru tinggal menyampaikannya, maka pada metode ini bahan atau materi pembelajaran tidak diorganisir sebelumnya serta tidak disajikan secara langsung kepada siswa, matari pembelajaran ditemukan dan diorganisir oleh siswa sendiri, karena tujuan utama metode ini bukan hanya sekadar hasil belajar, tetapi yang lebih penting adalah proses belajar.
Secara umum ada dua jenis diskusi yang biasa dilakukan dalam proses pembelajaran. Pertama, diskusi kelompok. Diskusi ini dinamakan juga diskusi kelas. Pada diskusi ini permasalahan yang disajikan oleh guru dipecahkan oleh kelas secara keseluruhan. Pengatur jalannya diskusi adalah guru. Kedua, diskusi kelompok kecil. Pada diskusi ini siswa dibagi dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 3-7 orang. Proses pelaksanaan diskusi ini dimulai dari guru menyajikan masalah dengan beberapa submasalah. Setiap kelompok memecahkan submasalah yang disampaikan guru. Proses diskusi diakhiri dengan laporan setiap kelompok.
1. Kelebihan dan Kelemahan Metode Diskusi
Ada beberapa kelebihan metode diskusi, manakala diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar.
  • Metode diskusi dapat merangsang siswa untuk lebih kreatif, khususnya dalam memberikan gagasan dan ide-ide.
  • Dapat melatih untuk membiasakan diri bertukar pikiran dalam mengatasi setiap permasalahan.
  • Dapat melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat atau gagasan secara verbal. Di samping itu, diskusi juga bisa melatih siswa untuk menghargai pendapat orang lain.
Selain beberapa kelebihan, diskusi juga memiliki beberapa kelemahan, di antaranya:
  • Sering terjadi pembicaraan dalam diskusi dikuasai oleh 2 atau 3 orang siswa yang memiliki keterampilan berbicara.
  • Kadang-kadang pembahasan dalam diskusi meluas, sehingga kesimpulan menjadi kabur.
  • Memerlukan waktu yang cukup panjang, yang kadang-kadang tidak sesuai dengan yang direncanakan.
  • Dalam diskusi sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat emosional yang tidak terkontrol. Akibatnya, kadang-kadang ada pihak yang merasa tersinggung, sehingga dapat mengganggu iklim pembelajaran.
2. Jenis-jenis Diskusi
Terdapat bemacam-macam jenis diskusi yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran, antara lain:
a. Diskusi Kelas
Diskusi kelas atau disebut juga diskusi kelompok adalah proses pemecahan masalah yang dilakukan oleh seluruh anggota kelas sebagai peserta diskusi. Prosedur yang digunakan dalam jenis diskusi ini adalah: (1) guru membagi tugas sebagai pelaksanaan diskusi, misalnya siapa yang akan menjadi moderator, siapa yang menjadi penulis; (2) sumber masalah (guru, siswa, atau ahli tertentu dari luar) memaparkan masalah yang harus dipecahkan selama 10-15 menit; (3) siswa diberi kesempatan untuk menanggapi permasalahan setelah mendaftar pada moderator; (4) sumber masalah memberi tanggapan; dan (5) moderator menyimpulkan hasil diskusi.
b. Diskusi Kelompok Kecil
Diskusi kelompok kecil dilakukan dengan membagi siswa dalam kelompok-kelompok. Jumlah anggota kelompok antara 3-5 orang. Pelaksanaannya dimulai dengan guru menyajikan permasalahan secara umum, kemudian masalah tersebut dibagi-bagi ke dalam submasalah yang harus dipecahkan oleh setiap kelompok kecil. Selesai diskusi dalam kelompok kecil, ketua kelompok menyajikan hasil diskusinya.
c. Simposium
Simposium adalah metode mengajar dengan membahas suatu persoalan dipandang dari berbagai sudut pandang berdasarkan keahlian. Simposium dilakukan untuk memberikan wawasan yang luas kepada siswa. Setelah para penyaji memberikan pandangannya tentang masalah yang dibahas, maka simposium diakhiri dengan pembacaan kesimpulan hasil kerja tim perumus yang telah ditentukan sebelumnya.
d. Diskusi Panel
Diskusi panel adalah pembahasan suatu masalah yang dilakukan oleh beberapa orang panelis yang biasanya terdiri dari 4-5 orang di hadapan audiens. Diskusi panel berbeda dengan jenis diskusi lainnya. Dalam diskusi panel audiens tidak terlibat secara langsung, tetapi berperan hanya sekadar peninjau para panelis yang sedang melaksanakan diskusi. Oleh sebab itu, agar diskusi panel efektif perlu digabungkan dengan metode lain, misalnya dengan metode penugasan. Siswa disuruh untuk merumuskan hasil pembahasan dalam diskusi.
3. Langkah-langkah Melaksanakan Diskusi
Agar penggunan diskusi berhasil dengan efektif, maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Langkah Persiapan
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam persiapan diskusi di antaranya:
  1. Merumuskan tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan yang bersifat umum maupun tujuan khusus.
  2. Menentukan jenis diskusi yang dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai..
  3. Menetapkan masalah yang akan dibahas.
  4. Mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan diskusi, misalnya ruang kelas dengan segala fasilitasnya, petugas-petugas diskusi seperti moderator, notulis, dan tim perumus, manakala diperlukan.
b. Pelaksanaan Diskusi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan diskusi adalah:
  1. Memeriksa segala persiapan yang dianggap dapat memengaruhi kelancaran diskusi.
  2. Memberikan pengarahan sebelum dilaksanakan diskusi, misalnya menyajikan tujuan yang ingin dicapai serta aturan-aturan diskusi sesuai dengan jenis diskusi yang akan dilaksanakan.
  3. Melaksanakan diskusi sesuai dengan aturan main yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan diskusi hendaklah memerhatikan suasana atau iklim belajar yang menyenangkan, misalnya tidak tegang, tidak saling menyudutkan, dan lain sebagainya.
  4. Memberikan kesempatan yang sama kepada setiap peserta diskusi untuk mengeluarkan gagasan dan ide-idenya.
  5. Mengendalikan pembicaraan kepada pokok persoalan yang sedang dibahas. Hal ini sangat penting, sebab tanpa pengendalian biasanya arah pembahasan menjadi melebar dan tidak fokus.
c. Menutup Diskusi
Akhir dari proses pembelajaran dengan menggunakan diskusi hendaklah dilakuan hal-hal sebagai berikut:
  1. Membuat pokok-pokok pembahasan sebagai kesimpulan sesuai dengan hasil diskusi.
  2. Me-review jalannya diskusi dengan meminta pendapat dari seluruh peserta sebagai umpan balik untuk perbaikan selanjutnya.
D. Metode Simulasi
Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya berpura-pura atau berbuat seakan-akan. Sebagai metode mengajar, simulasi dapat diartikan cara penyajian pengalaman belajar dengan menggunakan situasi tiruan untuk memahami tentang konsep, prinsip, atau keterampilan tertentu. Simulasi dapat digunakan sebagai metode mengajar dengan asumsi tidak semua proses pembelajaran dapat dilakukan secara langsung pada objek yang sebenarnya. Gladi resik merupakan salah satu contoh simulasi, yakni memperagakan proses terjadinya suatu upacara tertentu sebagai latihan untuk upacara sebenarnya supaya tidak gagal dalam waktunya nanti. Demikian juga untuk mengembangkan pemahaman dan penghayatan terhadap suatu peristiwa, penggunaan simulasi akan sangat bermanfaat.
Metode simulasi bertujuan untuk: (1) melatih keterampilan tertentu baik bersifat profesional maupun bagi kehidupan sehari-hari, (2) memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip, (3) melatih memecahkan masalah, (4) meningkatkan keaktifan belajar, (5) memberikan motivasi belajar kepada siswa, (6) melatih siswa untuk mengadakan kerjasama dalam situasi kelompok, (7) menumbuhkan daya kreatif siswa, dan (8) melatih siswa untuk mengembangkan sikap toleransi.
a. Kelebihan dan Kelemahan Metode Simulasi
Terdapat beberapa kelebihan dengan menggunakan simulasi sebagai metode mengajar, di antaranya adalah:
  • Simulasi dapat dijadikan sebagai bekal bagi siswa dalam menghadapi situasi yang sebenarnya kelak, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, maupun menghadapi dunia kerja.
  • Simulasi dapat mengembangkan kreativitas siswa, karena melalui simulasi siswa diberi kesempatan untuk memainkan peranan sesuai dengan topik yang disimulasikan.
  • Simulasi dapat memupuk keberanian dan percaya diri siswa.
  • Memperkaya pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam menghadapi berbagai situasi sosial yang problematis.
  • Simulasi dapat meningkatkan gairah siswa dalam proses permbelajaran.
Di samping memiliki kelebihan, simulasi juga mempunyai kelemahan, di antaranya:
  • Pengalaman yang diperoleh melalui simulasi tidak selalu tepat dan sesuai dengan kenyataan di lapangan.
  • Pengelolaan yang kurang baik, sering simulasi dijadikan sebagai alat hiburan, sehingga tujuan pembelajaran menjadi terabaikan.
  • Faktor psikologis seperti rasa malu dan takut sering memengaruhi siswa dalam melakukan simulasi.
b. Jenis-jenis Simulasi
Simulasi terdiri dari beberapa jenis, di antaranya:
1) Sosiodrama
Sosiodrama adalah metode pembelajaran bermain peran untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena sosial, permasalahan yang menyangkut hubungan antara manusia seperti masalah kenakalan remaja, narkoba, gambaran keluarga yang otoriter, dan lain sebagainya. Sosiodrama digunakan untuk memberikan pemahaman dan penghayatan akan masalah-masalah sosial serta mengembangkan kemampuan siswa untuk memecahkannya.
2) Psikodrama
Psikodrama adalah metode pembelajaran dengan bermain peran yang bertitik tolak dari permasalahan-permasalahan psikologis. Psikodrama biasanya digunakan untuk terapi, yaitu agar siswa memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang dirinya, menemukan konsep diri, menyatakan reaksi terhadap tekanan-tekanan yang dialaminya.
3) Role Playing
Role playing atau bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada masa mendatang. Topik yang dapat diangkat untuk role playing misalnya memainkan peran sebagai juru kampanye suatu partai atau gambaran keadaan yang mungkin muncul pada abad teknologi informasi.
4) Peer Teaching
Peer teaching merupakan latihan mengajar yang dilakukan oleh siswa kepada teman-teman calon guru. Selain itu peer teaching merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan seorang siswa kepada siswa lainnya dan salah satu siswa itu lebih memahami materi pembelajaran.
5) Simulasi Game
Simulasi game merupakan bermain peranan, para siswa berkompetisi untuk mencapai tujuan tertentu melalui permainan dengan mematuhi peraturan yang ditentukan.
c. Langkah-langkah Simulasi
1) Persiapan Simulasi
  • Menetapkan topik atau masalah serta tujuan yang hendak dicapai oleh simulasi.
  • Guru memberikan gambaran masalah dalam situasi yang akan disimulasikan.
  • Guru menetapkan pemain yang akan terlibat dalam simulasi, peranan yang harus dimainkan oleh para pemeran, serta waktu yang disediakan.
  • Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya khususnya pada siswa yang terlibat dalam pemeranan simulasi.
2) Pelaksanaan Simulasi
  • Simulasi mulai dimainkan oleh kelompok pemeran.
  • Para siswa lainnya mengikuti dengan penuh perhatian.
  • Guru hendaknya memberikan bantuan kepada pemeran yang mendapat kesulitan.
  • Simulasi hendaknya dihentikan pada saat puncak. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong siswa berpikir dalam menyelesaikan masalah yang sedang disimulasikan.
3) Penutup
  • Melakukan diskusi baik tentang jalannya simulasi maupun materi cerita yang disimulasikan.Guru harus mendorong agar siswa dapat memberikan kritik dan tanggapan terhadap proses pelaksanaan simulasi.
  • Merumuskan kesimpulan.
E. Metode Tugas dan Resitasi
Metode tugas dan resitasi tidak sama dengan pekerjaan rumah, tetapi lebih luas dari itu. Tugas dan resitasi merangsang anak untuk aktif belajar baik secara individu atau kelompok. Tugas dan resitasi bisa dilaksanakan di rumah, di sekolah, di perpustakaan dan tempat lainnya. Jenis-jenis tugas sangat banyak tergantung pada tujuan yang akan dicapai, seperti tugas meneliti, menyusun laporan, dan tugas di laboratorium. Langkah-langkah menggunakan metode tugas/resitasi:
1. Fase Pemberian Tugas
Tugas yang diberikan kepada siswa hendaknya mempertimbangkan; tujuan yang akan dicapai, jenis tugas dan tepat, sesuai dengan kemampuan siswa, ada petunjuk yang dapat membantu dan sediakan waktu yang cukup.
2. Langkah Pelaksanaan Tugas
  • Diberikan bimbingan/pengawasan oleh guru.
  • Diberikan dorongan sehingga anak mau melaksanakannya.
  • Diusahakan atau dikerjakan oleh anak sendiri.
  • Mencatat semua hasil yang diperoleh dengan baik dan sistematik.
3. Fase Pertanggungjawaban Tugas
Hal yang perlu diperhatikan adalah:
  • Laporan siswa baik lisan/tertulis dari apa yang telah dikerjakan.
  • Ada tanya jawab dan diskusi.
  • Penilaian hasil pekerjaan siswa baik dengan tes atau nontes atau cara lainnya.
Fase mempertanggungjawabkan tugas inilah yang disebut resitasi.
F. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah metode mengajar yang memungkinkan terjadinya komunikasi langsung yang bersifat two way traffic sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dan siswa. Guru bertanya siswa menjawab atau siswa bertanya guru menjawab. Dalam komunikasi ini terlihat adanya hubungan timbal balik secara langsung antara guru. Beberapa hal yang penting diperhatikan dalam metode tanya jawab ini antara lain:
1. Tujuan yang akan dicapai dari metode tanya jawab.
  • Untuk mengetahui sampai sejauh mana materi pelajaran yang telah dikuasai oleh siswa.
  • Untuk merangsang siswa berfikir.
  • Memberi kesempatan pada siswa untuk mengajukan masalah yang belum dipahami.
2. Jenis pertanyaan.
Pada dasarnya ada dua pertanyaan yang perlu diajukan, yakni pertanyaan ingatan dan pertanyaan pikiran:
  • Pertanyaan ingatan, dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana pengetahuan sudah tertanam pada siswa. Biasanya pertanyaan berpangkal kepada apa, kapan, di mana, berapa, dan yag sejenisnya.
  • Pertanyaan pikiran, dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana cara berpikir anak dalam menanggapi suatu persoalan. Biasanya pertanyaan ini dimulai dengan kata mengapa, bagaimana.
3. Tehnik mengajukan pertanyaan.
Berhasil tidaknya metode tanya jawab, sangat bergantung kepada tehnik guru dalam mengajukan pertanyaanya. Metode tanya jawab biasanya dipergunakan apabila:
  • Bermaksud mengulang bahan pelajaran.
  • Ingin membangkitkan siswa relajar.
  • Tidak terlalu banyak siswa.
  • Sebagai selingan metode ceramah.
G. Metode Kerja Kelompok
Metode kerja kelompok atau bekerja dalam situasi kelompok mengandung pengertian bahwa siswa dalam satu kelas dipandang sebagai satu kesatuan (kelompok) tersendiri ataupun dibagi atas kelompok-kelompok kecil (subsub kelompok). Kelompok bisa dibuat berdasarkan:
  • Perbedaan individual dalam kemampuan belajar, terutama bila kelas itu sifatnya heterogin dalam belajar.
  • Perbedaan minat belajar, dibuat kelompok yang terdiri atas siswa yang punya minat yang sama.
  • Pengelompokan berdasarkan jenis pekerjaan yang akan kita berikan.
  • Pengelompokan atas dasar wilayah tempat tinggal siswa yang tinggal dalam satu wilayah yang dikelompokkan dalam satu kelompokan sehingga memudahkan koordinasi kerja.
  • Pengelompokan secara random atau dilotre, tidak melihat faktor-faktor lain.
  • Pengelompokan atas dasar jenis kelamin, ada kelompok pria dan kelompok wanita.
Sebaiknya kelompok menggambarkan yang heterogin, baik dari segi kemapuan belajar maupun jenis kelamin. Hal ini dimaksudkan agar kelompokkelompok tersebut tidak berat sebelah (ada kelompok yang baik dan ada kelompok yang kurang baik) .
Kalau dilihat dari segi proses kerjanya maka kerja kelompok ada dua macam, yaitu kelompok jangka pendek dan kelompok jangka panjang. 1) Kelompok jangka pendek, artinya jangka waktu untuk bekerja dalam kelompok tersebut hanya pada saat itu saja, jadi sifatnya insidental. 2) Kelompok jangka panjang, artinya proses kerja dalam kelompok itu bukan hanya pada saat itu saja, mungkin berlaku untuk satu periode tertentu  sesuai dengan tugas/masalah yang akan dipecahkan.
Untuk mencapai hasil yang baik, maka faktor yang harus diperhatikan alam kerja kelompok adalah:
  1. Perlu adanya motif (dorongan) yang kuat untuk bekerja pada setiap anggota.
  2. Pemecahan masalah dapat dipandang sebagai satu unit dipecahkan bersama, atau masalah dibagi-bagi untuk dikerjakan masing-masing secara individual. Hal ini bergantung kepada kompleks tidaknya masalah yang akan dipecahkan
  3. Persaingan yang sehat antarkelompok biasanya mendoronganak untuk belajar.
  4. Situasi yang menyenangkan antar anggota banyak menentukan berahsil tidaknya kerja kelompok.
H. Metode Problem Solving
Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.
Langkah-langkah metode problem solving.
  1. Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.
  2. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya dan lain-lain.
  3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah kedua di atas.
  4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini tentu saja diperlukan metode-metode lainnya seperti demonstrasi, tugas, diskusi, dan lain-lain.
  5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.
I. Metode Sistem Regu (Team Teaching)
Team Teaching pada dasarnya ialah metode mengajar dua orang guru atau lebih bekerja sama mengajar sebuah kelompok siswa, jadi kelas dihadapi beberapa guru.
Sistem regu banyak macamnya, sebab untuk satu regu tidak senantiasa guru secara formal saja, tetapi dapat melibatkan orang luar yang dianggap perlu sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan metode Team Teaching.
  • Harus ada program pelajaran yang disusun bersama oleh team tersebut, sehingga betul-betul jelas dan terarah sesuai dengan tugas masing-masing dalam team tersebut.
  • Membagi tugas tiap topik kepada guru tersebut, sehingga masalah bimbingan pada siswa terarah dengan baik.
  • Harus dicegah jangan sampai terjadi jam bebas akibat ketidak hadiran seseorang guru anggota tim.
J. Metode Latihan (Drill)
Metode latihan pada umumnya digunakan untuk memeperoleh suatu ketangkasan atau keterampilan dari apa yang telah dipelajari. Mengingat latihan ini kurang mengembangkan bakat/inisiatif siswa untuk berpiki, maka hendaknya guru/pengajar memperhatikan tingkat kewajaran dari metode Drill.
  1. Latihan, wajar digunakan untuk hal-hal yang bersifat motorik, seperti menulis, permainan, pembuatan, dan lain-lain.
  2. Untuk melatih kecakapan mental, misalnya perhitungan penggunaan rumus-rumus, dan lain-lain.
  3. Untuk melatih hubungan, tanggapan, seperti penggunaan bahasa, grafik, simbul peta, dan lain-lain.
Prinsip dan petunjuk menggunakan metode Drill.
  1. Siswa harus diberi pengertian yang mendalam sebelum diadakan latihan tertentu.
  2. Latihan untuk pertama kalinya hendaknya bersifat diagnosis, mula-mula kurang berhasil, lalu diadakan perbaikan untuk kemudian bisa lebih sempurna.
  3. Latihan tidak perlu lama asal sering dilaksanakan.
  4. Harus disesuaikan dengan taraf kemampuan siswa.
  5. Proseslatihan hendaknya mendahulukan hal-hal yang essensial dan berguna.
K. Metode Karyawisata (Field-Trip)
Karyawisata dalam arti metode mengajar mempunyai arti tersendiri, berbeda dengan karyawisata dalam arti umum. Karyawisata di sini berarti kunjungan ke luar kelas dalam rangka belajar.
Contoh: Mengajak siswa ke gedung pengadilan untuk mengetahui sistem peradilan dan proses pengadilan, selama satu jam pelajaran. Jadi, karyawisatadi atas tidak mengambil tempat yang jauh dari sekolah dan tidak memerlukan waktu yang lama. Karyawisata dalam waktu yang lama dan tempat yang jauh disebut study tour. Langkah- langkah Pokok dalam Pelaksanaan Metode Karyawisata
1. Perencanaan Karyawisata
  • Merumuskan tujuan karyawisata.
  • Menetapkan objek kayawisata sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
  • Menetapkan lamanya karyawisata.
  • Menyusun rencana belajar bagi siswa selama karyawisata.
  • Merencanakan perlengkapan belajar yang harus disediakan.
2. Pelaksanaan Karyawisata
Fase ini adalah pelaksanaan kegiatan belajar di tempat karyawisata dengan bimbingan guru. Kegiatan belajar ini harus diarahkan kepada tujuan yang telah ditetapkan pada fase perencanaan di atas.
3. Tindak Lanjut
Pada akhir karyawisata siswa diminta laporannya baik lisan maupun tertulis, mengenai inti masalah yang telah dipelajari pada waktu karyawisata.
L. Strategi Pembelajaran Ekspositori
1. Pengertian
Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Dalam strategi ini materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu. Materi pelajaran seakanakan sudah jadi. Karena strategi ekspositori lebih menekankan kepada proses bertutur, maka sering juga dinamakan strategi ”chalk and talk”.
2. Karakteristik Pembelajaran Ekspositori
Terdapat beberapa karakteristik strategi ekspositori di antaranya:
  • Strategi ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan strategi ini, oleh karena itu sering orang mengidentikannya dengan ceramah.
  • Biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang.
  • Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri. Artinya, setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan.
Strategi pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach). Dikatakan demikian, sebab dalam strategi ini guru memegang peran yang sangat dominan. Melalui strategi ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik. Fokus utama strategi ini adalah kemampuan akademik (academic achievement) siswa. Metode pembelajaran dengan kuliah merupakan bentuk strategi ekspositori.
3. Prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran Ekspositori
Tidak ada satu strategi pembelajaran yang dianggap lebih baik dibandingkan dengan strategi pembelajaran yang lain. Baik tidaknya suatu strategi pembelajaran bisa dilihat dari efektif tidaknya strategi tersebut dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Dengan demikian, pertimbangan pertama penggunaan strategi pembelajaran adalah tujuan apa yang harus dicapai.
Dalam penggunaan strategi pembelajaran ekspositori terdapat beberapa prinsip berikut ini, yang harus diperhatikan oleh setiap guru.
a. Berorientasi pada Tujuan
Walaupun penyampaian materi pelajaran merupakan ciri utama dalam strategi pembelajaran ekspositori melalui metode ceramah, namun tidak berarti proses penyampaian materi tanpa tujuan pembelajaran. Justru tujuan itulah yang harus menjadi pertimbangan utama dalam penggunaan strategi ini. Karena itu sebelum strategi ini diterapkan terlebih dahulu guru harus merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan terukur. Seperti kriteria pada umumnya, tujuan pembelajaran harus dirumuskan dalam bentuk tingkah laku yang dapat diukur atau berorientasi pada kompetensi yang harus dicapai oleh siswa. Hal ini sangat penting untuk dipahami, karena tujuan yang spesifik memungkinkan kita bisa mengontrol efektivitas penggunaan strategi pembelajaran. Memang benar, strategi pembelajaran ekspositori tidak mungkin dapat mengejar tujuan kemampuan berpikir tingkat tinggi, misalnya kemampuan untuk menganalisis, mensintesis sesuatu, atau mungkin mengevaluasi sesuatu, namun tidak berarti tujuan kemampuan berpikir taraf rendah tidak perlu dirumuskan. Justru tujuan itulah yang harus dijadikan ukuran dalam menggunakan strategi ekspositori.
b. Prinsip Komunikasi
Proses pembelajaran dapat dikatakan sebagai proses komunikasi, yang menunjuk pada proses penyampaian pesan dari seseorang (sumber pesan) kepada seseorang atau sekelompok orang (penerima pesan). Pesan yang ingin disampaikan dalam hal ini adalah materi pelajaran yang diorganisir dan disusun sesuai dengan tujuan tertentu yaang ingin dicapai. Dalam proses komunikasi guru berfungsi sebagai sumber pesan dan siswa berfungsi sebagai penerima pesan.
Dalam proses komunikasi, bagaimanapun sederhananya, selalu terjadi urutan pemindahan pesan (informasi) dari sumber pesan ke penerima pesan. Sistem komunikasi dikatakan efektif manakala pesan itu dapat mudah ditangkap oleh penerima pesan secara utuh. Sebaliknya, sistem komunikasi dikatakan tidak efektif, manakala penerima pesan tidak dapat menangkap setiap pesan yang disampaikan. Kesulitan menangkap pesan itu dapat terjadi oleh berbagai gangguan (noise) yang dapat menghambat kelancaran proses komunikasi. Akibat gangguan (noise) tersebut memungkinkan penerima pesan (siswa) tidak memahami atau tidak dapat menerima sama sekali pesan yang ingin disampaikan. Sebagai suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses penyampaian, maka prinsip komunikasi merupakan prinsip yang sangat penting untuk diperhatikan. Artinya, bagaimana upaya yang bisa dilakukan agar setiap guru dapat menghilangkan setiap gangguan (noise) yang bisa mengganggu proses komunikasi.
c. Prinsip Kesiapan
Siswa dapat menerima informasi sebagai stimulus yang kita berikan, terlebih dahulu kita harus memosisikan mereka dalam keadaan siap baik secara fisik maupun psikis untuk menerima pelajaran. Jangan mulai kita sajikan mata pelajaran, manakala siswa belum siap untuk menerimanya.
d. Prinsip Berkelanjutan
Proses pembelajaran ekspositori harus dapat mendorong siswa untuk mau mempelajari materi pelajaran lebih lanjut. Pembelajaran bukan hanya berlangsung pada saat itu, akan tetapi juga untuk waktu selanjutnya. Ekspositori yang berhasil adalah manakala melalui proses penyampaian dapat membawa siswa pada situasi ketidakseimbangan (disequilibrium), sehingga mendorong mereka untuk mencari dan menemukan atau menambah wawasan melalui proses belajar mandiri.
Keberhasilan penggunaan strategi ekspositori sangat tergantung pada kemampuan guru untuk bertutur atau menyampaikan mated pelajaran.
4. Langkah-langkah Pelaksanaan Strategi Ekspositori
Ada beberapa langkah dalam penerapan strategi ekspositori, yaitu:
a. Persiapan (Preparation)
Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran. Dalam strategi ekspositori, langkah persiapan merupakan langkah yang sangat penting. Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan strategi ekspositori sangat tergantung pada langkah persiapan.
Beberapa hal yang harus dilakukan dalam langkah persiapan di antaranya adalah:
  1. Berikan sugesti yang positif dan hindari sugesti yang negatif.
  2. Mulailah dengan mengemukakan tujuan yang harus dicapai.
  3. Bukalah file dalam otak siswa.
b. Penyajian (Presentation)
Langkah penyajian adalah langkah penyampaian materi pelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan. Guru harus dipikirkan guru dalam penyajian ini adalah bagaimana agar materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa. Karena itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan langkah ini, yaitu: (1) penggunaan bahasa, (2) intonasi suara, (3) menjaga kontak mata dengan siswa, dan (4) menggunakan joke-joke yang menyegarkan.
c. Korelasi (Correlation)
Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur pengetahuan yang telah dimilikinya. Langkah korelasi dilakukan untuk memberikan makna terhadap materi pelajaran, baik makna untuk memperbaiki struktur pengetahuan yang telah dimilikinya maupun makna untuk meningkatkan kualitas kemampuan berpikir dan kemampuan motorik siswa.
d. Menyimpulkan (Generalization)
Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti {core) dari materi pelajaran yang telah disajikan. Langkah menyimpulkan merupakan langkah yang sangat penting dalam strategi ekspositori, sebab melalui langkah menyimpulkan siswa akan dapat mengambil inti sari dari proses penyajian.
e. Mengaplikasikan (Application)
Langkah aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa setelah mereka menyimak penjelasan guru. Langkah ini merupakan langkah yang sangat penting dalam proses pembelajaran ekspositori, sebab melalui langkah ini guru akan dapat mengumpulkan informasi tentang penguasaan dan pemahaman materi pelajaran oleh siswa. Teknik yang biasa dilakukan pada langkah ini di antaranya: (1) dengan membuat tugas yang relevan dengan materi yang telah disajikan, (2) dengan memberikan tes yang sesuai dengan materi pelajaran yang telah disajikan.
5. Keunggulan dan Kelemahan Strategi Ekspositori
a. Keunggulan
Strategi pembelajaran ekspositori merupakan strategi pembelajaran yang banyak dan sering digunakan. Hal ini disebabkan strategi ini memiliki beberapa keunggulan, di antaranya:
  1. Dengan strategi pembelajaran ekspositori guru bisa mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran, ia dapat mengetahui sampai sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang disampaikan.
  2. Strategi pembelajaran ekspositori dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas.
  3. Melalui strategi pembelajaran ekspositori selain siswa dapat mendengar melalui penuturan (kuliah) tentang suatu materi pelajaran, juga sekaligus siswa bisa melihat atau mengobservasi (melalui pelaksanaan demonstrasi).
  4. Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini bisa digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.
b. Kelemahan
Di samping memiliki keunggulan, strategi ekspositori juga memiliki kelemahan, di antaranya:
  1. Strategi pembelajaran ini hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik. Untuk siswa yang tidak memiliki kemampuan seperti itu perlu digunakan strategi lain.
  2. Strategi ini tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, perbedaan pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar.
  3. Karena strategi lebih banyak diberikan melalui ceramah, maka akan sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis.
  4. Keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori sangat tergantung kepada apa yang dimiliki guru, seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri, semangat, antusiasme, motivasi, dan berbagai kemampuan seperti kemampuan bertutur (berkomunikasi), dan kemampuan mengelola kelas. Tanpa itu sudah dapat dipastikan proses pembelajaran tidak mungkin berhasil.
  5. Oleh karena gaya komunikasi strategi pembelajaran lebih banyak terjadi satu arah (one-way communication), maka kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa akan materi pembelajaran akan sangat terbatas pula. Di samping itu, komunikasi satu arah bisa mengakibatkan pengetahuan yang dimiliki siswa akan terbatas pada apa yang diberikan guru.
M. Strategi Pembelajaran Inkuiri
Strategi pembelajaran Inkuiri menekankan kepada proses mencari dan menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran siswa dalam strategi ini adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa untuk belajar. Strategi pembelajaran inkuiri merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa. Strategi pembelajaran ini sering juga dinamakan strategi heuristic, yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu heuriskein yang berarti saya menemukan.
1. Ciri-ciri Strategi Pembelajaran Inkuiri
Pertama, strategi inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan. Artinya strategi inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.
Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri {self belief). Dengan demikian, strategi pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktivitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa. Karena itu kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri.
Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dengan demikian, dalam strategi pembelajaran inkuiri siswa tak hanya dituntut untuk menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. Manusia yang hanya menguasai pelajaran belum tentu dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara optimal. Sebaliknya, siswa akan dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya manakala ia bisa menguasai materi pelajaran.
Strategi pembelajaran inkuiri merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (student centered approach). Dikatakan demikian, sebab dalam strategi ini siswa memegang peran yang sangat dominan dalam proses pembelajaran.
2. Prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran Inkuiri
a. Berorientasi pada Pengembangan Intelektual
Tujuan utama dari strategi inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan demikian, strategi pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar.
b. Prinsip Interaksi
Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi anta-ra siswa dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri.
c. Prinsip Bertanya
Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan strategi ini adalah guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir. Karena itu, kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inkuiri sangat diperlukan.
d. Prinsip Belajar untuk Berpikir
Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.
d. Prinsip Keterbukaan
Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukannya.
3. Langkah-Langkah Pelaksanaan Strategi Pembelajaran Inkuiri
Secara umum proses pembelajaran dengan menggunakan strategi dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
a. Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengkondisikan agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran. Guru merangsang dan Mengajak siswa untuk berpikir memecahkan masalah. Langkah orientasi merupakan langkah yang sangat penting. Keberhasilan startegi ini sangat tergantung pada kemauan siswa untuk beraktivitas menggunakan kemampuannya dalam memecahkan masalah, tanpa kemauan dan kemampuan itu tak mungkin proses pembelajaran akan berjalan dengan lancar.
b. Merumuskan Masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk berpikir memecahkan teka-teki itu. Dikatakan teka-teki dalam rumusan masalah yang ingin dikaji disebabkan masalah itu tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam strategi inkuiri, oleh sebab itu melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir.
c. Merumuskan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Perkiraan sebagai hipotesis bukan sembarang perkiraan, tetapi harus memiliki landasan berpikir yang kokoh, sehingga hipotesis yang dimunculkan itu bersifat rasional dan logis. Kemampuan berpikir logis itu sendiri akan sangat dipengaruhi oleh kedalaman wawasan yang dimiliki serta keluasan pengalaman. Dengan demikian, setiap individu yang kurang mempunyai wawasan akan sulit mengembangkan hipotesis yang rasional dan logis.
d. Mengumpulkan Data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam strategi pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Karena itu, tugas dan peran guru dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan. Sering terjadi kemacetan berinkuiri adalah manakala siswa tidak apresiatif terhadap pokok permasalahan. Tidak apresiatif itu biasanya ditunjukkan oleh gejala-gejala ketidakgairahan dalam belajar. Manakala guru menemukan gejala-gejala semacam ini, maka guru hendaknya secara terus-menerus memberikan dorongan kepada siswa untuk belajar melalui penyuguhan berbagai jenis pertanyaan secara merata kepada seluruh siswa sehingga mereka terangsang untuk berpikir.
e. Menguji Hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Dalam menguji hipotesis yang terpenting adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan. Di samping itu, menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.
f. Merumuskan Kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Merumuskan kesimpulan merupakan gong-nya dalam proses pembelajaran. Sering terjadi, karena banyaknya data yang diperoleh, menyebabkan kesimpulan yang dirumuskan tidak fokus pada masalah yang hendak dipecahkan. Karena itu, untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.
4. Strategi Pembelajaran Inkuiri Sosial
Terjadinya ledakan pengetahuan, menuntut perubahan pola mengajar dari yang hanya sekadar mengingat fakta yang biasa dilakukan melalui strategi pembelajaran dengan metode kuliah (lecture) atau dari metode latihan (drill) dalam pola tradisional, menjadi pengembangan kemampuan berpikir kritis (critical thinking). Strategi pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir itu adalah strategi inkuiri sosial.
Menurut Bruce Joyce, inkuiri sosial merupakan strategi pembelajaran dari kelompok sosial (social family) subkelompok konsep masyarakat (concept of society). Subkelompok ini didasarkan pada asumsi bahwa metode pendidikan bertujuan untuk mengembangkan anggota masyarakat ideal yang dapat hidup dan dapat mempertinggi kualitas kehidupan masyarakat. Karena itulah siswa harus diberi pengalaman yang memadai bagaimana caranya memecahkan persoalan-persoalan yang muncul di masyarakat. Melalui pengalaman itulah setiap individu akan dapat membangun pengetahuan yang berguna bagi diri dan masyarakatnya.
Inkuiri sosial dapat dipandang sebagai suatu strategi pembelajaran yang berorientsi kepada pengalaman siswa. Ada tiga karakteristik pengembangan strategi inkuiri sosial. 1) adanya aspek (masalah) sosial dalam kelas yang dianggap penting dan dapat mendorong terciptanya diskusi kelas. 2) adanya rumusan hipotesis sebagai fokus untuk inkuiri. 3)  penggunaan fakta sebagai pengujian hipotesis.
Dari karakteristik inkuiri seperti yang telah diuraikan di atas, maka tampak inkuiri sosial pada dasarnya tidak berbeda dengan inkuiri pada umumnya. Perbedaannya terletak pada masalah yang dikaji adalah masalah-masalah sosial atau masalah kehidupan masyarakat.
5. Keunggulan dan Kelemahan Strategi Pembelajaran Inkuiri
Strategi Pembelajaran Inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang banyak dianjurkan, karena strategi ini memiliki beberapa keunggulan, di antaranya:
  • Startegi ini merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.
  • Startegi ini dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.
  • Startegi ini merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.
  • Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.
Di samping memiliki keunggulan, strategi ini juga mempunyai kelemahan, di antaranya:
  • Jika strategi ini digunakan sebagai strategi pembelajaran, maka akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
  • Strategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.
  • Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.
  • Selama kriteria keberhasiJan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka startegi ini akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru.
N. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
1. Pengertian
Strategi Pembelajaran Kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/konteks lainnya.
Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiri), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).
2. Langkah-langkah CTL
CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkah-langkah yang harus ditempuh dalam CTL adalah sebagai berikut.
  • Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
  • Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
  • Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
  • Ciptakan masyarakat belajar.
  • Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
  • Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
  • Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
3. Karakteristik Pembelajaran CTL
  • Kerjasama.
  • Saling menunjang.
  • Menyenangkan, tidak membosankan.
  • Belajar dengan bergairah.
  • Pembelajaran terintegrasi.
  • Menggunakan berbagai sumber.
  • Siswa aktif.
  • Sharing dengan teman.
  • Siswa kritis guru kreatif.
  • Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain.
  • Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran,media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessment-nya.
Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya. Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.